Kamis, 21 April 2016

Move on yess!! Pasca move on always istiqomah hijrah

Print Friendly and PDF
Move On artinya berpindah namun saat ini lebih diartikan berpindah hati atau suasana dari sesuatu yang lama atau masa lalu menuju ke depan untuk masa depan. Move on  memang mudah sekali untuk diucapkan namun teramat sulit dipraktikkan jika tanpa disertai do’a dan keikhlasan. Sebenarnya sih mudah saja untuk melakukan Move on jika kita selalu melibatkan Allah SWT dalam hal apa pun. Kuncinya adalah ikhlas dan untuk meraih ikhlas itu adalah dengan selalu mendekatkan diri kepada sang pemilik hati yaitu Allah Azza wa Jalla dan janganlah lelah untuk terus berkhalwat baik 5 waktu terkhusus di sepertiga malam-Nya. Karena kalau kita sudah ikhlas akan ketetapan-Nya seperti Bara’ah Insya Allah kita pun dengan mudah untuk bisa move on. Pasca move on jangan sampai terlena karena merasa kita sudah bisa move on namun bukan berarti kita sudah merdeka loh….
Ujian terberat bagi sang moveoner adalah ketika dia dihadapkan kembali akan seseorang tersebut sehingga mulai kembali loading akan kenangan-kenangan yang pernah ada dalam kehidupan mereka yang silam. Maka dari itu, teruslah berjuang untuk menjadikan kenangan yang pernah ada itu sebagai sahabat bukan kenangan terindah jadi bukan indahnya saja yang ada dalam benak kita melainkan pelajaran yang ada dalam masa itu sehingga muncullah hikmah. Mulai dari sekarang sambutlah seseorang yang mulai mengetuk hati dan hadir dalam kehidupan kita sebagai amanah. Dimana kita wajib menjaga amanah tersebut dengan baik dan jika suatu saat memang Allah berkehendak lain yaitu tidak menjadikan ‘aku’ dan ‘kamu’ sebagai ‘KITA’ maka tidak akan ada rasa sakit yang berlebih. Kalaupun sakit yaah palingan juga seperti kita periksa golongan darah saja, hanya nyeri sedikit pas ditusuk jarum untuk diambil sample darahnya dan esoknya pun sudah berlalu. Dan ketika pergi menjadi hikmah buat kehidupan kita kedepan. Itulah yang perlu dilakukan setelah pasca Move On. Selama ini kita masih belum mengenal betul apa itu cinta sehingga sering sekali dibuat terlena karenanya yang hanyalah emosi sesaat. Jadikanlah masa lalu sebagai pembelajaran sehingga kita tidak akan terjatuh ke lubang yang sama. Cinta itu fitrah, cinta itu anugerah…lalu kenapa kita mengotorinya dengan hal-hal yang tidak diridhoi Allah. Sedih bahkan menangis karena cinta itu manusiawi, karena Rasulullah sendiri sempat merasakan kesedihan yang mendalam disaat ditinggal pergi istri tercintanya untuk selama-lamanya yaitu Siti Khadijah. Yang akhirnya Allah menghibur beliau dengan melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj agar hatinya terhibur dan bersegera move on maksimal dan ingat akan tugas utamanya yaitu berdakwah.
Jika memang refreshing sangat diperlukan dalam pasca move on kenapa tidak kita lakukan?? Dan lebih baik lagi kalau kita melakukan baksos atau kegiatan-kegiatan yang lebih bermanfaat,semisal makan bersama atau sekedar berkunjung ke anak yatim piatu atau panti asuhan lainnya. Sehingga kita akan merasa sadar bahwa mereka kuat dalam menghadapi ketetapan Allah…lantas apakah kita melemah begitu saja karena seseorang yang belum tentu juga dia adalah jodoh yang tertulis di Lauh Mahfudz kita. Dan itu sangat…sangat…merugikan buat diri kita sendiri. Manfaatkan waktu pasca move on itu dengan berhijrah….menjadi manusia yang bermanfaat…menjadi pribadi yang kuat. Karena Allah jauh lebih mengetahui dari hamba-Nya.
Move on yess!! Pasca move on always istiqomah hijrah ^ _ *

Keep  hamasah…

Senin, 18 April 2016

Asma' binti Abu Bakar r.a si Perempuan Pemilik dua Ikat Pinggang

Print Friendly and PDF
Hijrah adalah peristiwa penting dan penuh makna dalam sejarah Islam. Al-Bugha menyatakan bahwa dalam terminology syara’, hijrah adalah meninggalkan negeri kafir karena khawatir mendapat fitnah(gangguan) menuju Darul Islam (2011:40)
Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW untuk meninggalkan Makkah sebagai upaya menghindar dari cacian, makian, siksaan dan berbagai intimidasi lainnya yang dilakukan kaum kafir Quraisy terhadap Muslimin. Rasulullah menghadapi berbagai kesulitan dalam proses berpindah menuju Madinah tersebut, bahkan nyawa menjadi taruhannya. Selama perjalanan, Rasulullah harus melalui aral yang melintang sebagai pembuktian ketaqwaan dan tawakal sepenuhnya pada Rabb semesta alam. Pada akhirnya kepiawaian strategi Nabi Berpadu dengan takdir Allah.
Sejarah mencatat hijrah sebagai awal momentum kegemilangan kejayaan Islam. Siapakah ia? Ia adalah Asma’ binti Abu Bakar r.a. Ia seorang anak, istri, ibu sekaligus prajurit mulia. Asma’ dilahirkan tahun 27 sebelum Hijrah. Asma’ 10 tahun lebih tua daripada saudara seayah yaitu Ummul Mu’minin Aisyah r.a dan dia adalah saudara sekandung dari Abdullah bin Abu Bakar.

Keistimewaan Asma binti Abu Bakar r.a
Asma binti Abu Bakar r.a adalah shahabiyah yang terkenal keilmuan dan ketaqwaannya. Beliau termasuk golongan pertama yang masuk Islam. Ketika cahaya Islam menyinari jazirah Arab, Abu Bakar Ash-Shidiq r.a ayah Asma’ adalah laki-laki dewasa pertama yang memeluk Islam. Karena itu, tidak heran jika Asma’ memeluk agama tauhid ini sejak dini sehingga termasuk orang-orang yang pertama masuk Islam. “Jika dibuat nomor ururt daftar orang yang masuk Islam, maka Asma’ berada pada urutan ke-18. Artinya, hanya ada 17 orang lebih dulu masuk Islam darinya, baik laki-laki dan perempuan.”(Mahmud Al Mishri, 35 Sirah Shahabiyah, 2011:77)
Maka dari itu Asma’ juga dijanjikan masuk surga,
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama(masuk islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik,Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya…”(Q.S At Taubah : 100)
Bahkan Al Gadhan menyebutkan nama Asma’ khusus dalam satu bab yang membahas Peranan Wanita pada Periode Sirriyah (dakwah secara sembunyi-sembunyi) “…Kaum wanita ini hidup di periode Sirriyah tanpa diketahui oleh seorang pun keislaman mereka. Kita harus memberi perhatian kepada peranan kaum peempuan dalam perjalanan dakwah ini sebagaimana mestinya. Naik sebagai saudara, istri, maupun yang mendampingi kaum lelaki. Bahkan sebagian riwayat menyebutkan bahwa Asma’ r.s adalah seorang prajurit periode ini. Ini berarti bahwa dia dalam usianya yang sangat muda. (2009:26)
Ibnu Mulaikah dalam Al Mishri menyatakan, “Asma’ pernah merasa pusing, maka dia meletakkan tangan di atas kepala seraya berkata, “Ini karena dosaku, meskipun yang diampuni oleh Allah lebih banyak.” (2011:87).
Sebagai seorang istri, keshalihannya disebut langsung oleh sang suami tercinta. Al Mishri menyatakan bahwa suami Asma’, Zubair bin Awwam, pernah berkata, “Aku pernah masuk rumah dan mendapati Asma’ sedang shalat. Aku mendengar ia membaca ayat ‘Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka.’ Asma’ bermunajat dan memohon perlindungan kepada Allah. Maka aku berdiri, tapi karena ia bermunajat terlalu lama, aku oergi ke pasar. Saat aku kemabli, ternyata Asma’ masih menangis sambil bermunajat dan mohon perlindungan dari Allah.” (2011”85).

Asma’ binti Abu Bakar r.a berkata, ‘Ketika aku menikahi Zubair, dia belum mempunyai rumah, juga tidak mempunyai budak. Dia tidak mempunyai apa-apa di muka bumi ini selain kudanya. Akulah yang biasanya menggembalakan kudanya, memberinya makan, dan merawatnya. Selain itu aku juga menggiling bibit kurma, menggembalakan unta, memberinya minum, menambal ember, dan membuat roti. Sebenarnya aku tidak begitu pandai membuat roti, maka tetanggaku orang Anshar yang biasanya membuatkan roti untukku. Mereka adalah wanita-wanita yang ramah.’
Asma juga sering menjunjung bibit kurma di kepalanya dari hasil tanah milik Zubair yang telah dihadiahkan oleh Rasulullah SAW kepadanya. Tanah itu jauhnya sekitar 2mil. Suatu hari, Asma’ sedang membawa biji-biji kurma itu di atas kepalanya, ditengah perjalanan ia bertemu Rasulullah SAW dan sekelompok sahabat r.a. Lalu Beliau memanggil Asma’ ,’Ayo ikutlah!’ mengajaknya agar ikut di belakang beliau. Asma’ merasa malu sekali berjalan bersama para laki-laki. Dan ia teringat akan Zubair dan kecemburuannya. Karena Zubair termasuk orang yang paling pencemburu. Dan ketika Rasulullah SAW melihat Asma’ begitu malu, lalu beliau pergi. Setelah itu’ Asma’ menemui Zubair dan menceritakan kejadian tadi, ‘Tadi Rasulullah SAW bertemu denganku ketika aku sedang menjunjung biji kurma di kepalaku. Ada sekelompok sahabat bersama beliau. Beliau menundukkan untanya supaya aku bisa ikut menunggang unta itu bersama beliau, tetapi aku sangat malu dan aku tahu rasa cemburumu.’ Zubair berkata, “Demi Allah, memikirkanmu menjunjung menjunjung kurma adalah lebih berat daripada kamu berkendaraan bersama beliau.’

Pada suatu ketika Asma’ merasa Zubair berlaku keras terhadapnya, lalu Asma’ menemui ayahnya, Abu Bakar Ash-Shidiq r.a dan mengeluhkan tentangnya. Ayahnya berkata, ‘Putriku, sabarlah. Jika seorang wanita mempunyai suami yang shaleh dan dia meninggal, lalu wanita itu tidak menikah setelah itu, mereka akan dipersatukan kembali di surga.’
Asma’ binti Abu Bakar r.a pernah datang mendatangi Rasulullah SAW dan berkata, ‘Ya Nabi Allah! Tidak ada apa-apa di rumahku kecuali apa yang dibawakan Zuubair untukku. Salahkah bila aku menginfakkan sebagian dari yang dibawakannya itu?’ Beliau menjawab, infakkanlah yang kamu bisa. Jangan menimbun harta, atau Allah akan menahannya darimu.’ Kedermawanannya tidak diragukan lagi. Prinsip hidupnya adalah menyedekahkan apa yang ada, tanpa menyimpannya. Ia sangat meyakini, bahwa dengan memperbanyak sedekah akan menambah rezeki dan menyelesaikan masalah.
Peranan Asma’ sebagai Ibu yang merupakan menjadi teladan bagi anak-anaknya. Sunguh jarang sekali anak yang memuji akan orang tuanya, terlebih di saat sekarang karena mereka lebih sering menyukai sosok di luar rumah dan ini merupakan nasehat bagi kaum hawa juga agar bisa meneladani beliau sehingga anak-anak kita kelak tidak mencari sosok di luar sana untuk dikagumi.
Dari Abdullah bin Zubair r.a dia berkata : “Tidaklah kulihat dua orang wanita yang lebih dermawan daripada Aisyah dan Asma’,”Kedermawanan mereka berbeda. Adapun Aisyah, sesunggihnya dia suka mengumpulkan sesuatu, hingga setelah terkumpul padanya, dia pun membagikannya. Sedangkan Asma’, maka dia tidak menyimpan sesuatu untuk besoknya. Asma’ adalah seorang wanita yang dermawan dan pemurah.
Diriwayatkan bahwa Qutayrah binti Abdul Uzza, yaitu istri Abu Bakar r.a yang telah diceraikan pada zaman jahiliyah karena masih kufur mengunjungi putrinya Asma’ binti Abu Bakar r.a. Ia membawa kurma, mentega cair dan daun mimosa. Tetapi Asma menolak tidak mau menerima pemberiannya itu, bahkan Asma’ telah melarang ibunya iti memasuki rumahnya. Kemudian Asma’ menemui Aisyah r.a, “Tanyakanlah kepada Rasulullah SAW.” Beliau menjawab, ‘Sebaiknya kamu izinkan ibumu masuk dan menerima pemberiannya.” Kemudian Allah menurunkan wahyu-Nya,
“Allah tidak melarangmu untuk berbuat baik, dan berlaku adil terhadap  orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak pula mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarangmu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama, dan mengusirmu dari negerimu, dan membantu orang lain dari mengusirmu. Dan barang siapa yang menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (Al-Mumtahanah: 8-9).

Dzaatun Nithaaqain : Perempuan Pemilik Dua Ikat Pinggang
Aisyah r.a menceritakan bahwa ketika Rasulullah SAW mendapat izin untuk hijrah ke Madinah, beliau datang ke rumah Abu Bakar. Di rumah itu tidak ada siapapun kecuali Abu Bakar, Aisyah dan kakaknya yaitu Asma’ binti Abu Bakar r.a. rasulullah bersabda, “Suruh keluar dariku siapapun yang ada di rumahmu.” Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, yang ada hanya mereka berdua, putriku. Cuma itu, ayah dan ibuku sebagai tebusannya.” Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya telah diizinkan untukku keluar dari Makkah dan berhijrah.” Abu Bakar bertanya, “Apakah aku mnyertaimu?”Rasulullah menjawab singkay. “Menyertai.” (Ali Muhammad Ash-Shalabi. Sejarah Lengkap Rasulullah. 2014 :432)
Tiada seorang pun  yang mengetahui keberangkatan Rasulullah SAW kecuali Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar beserta keluarganya.

Dapatkah kita bayangkan pada malam yang gelap dan sunyi, seorang perempuan yang tengah hamil besar membawa makanan dan menempuh jalan yang cukup tinggi uktuk mencapai Gua Tsur. Al Mishri menyebutkan bahwa selama tiga malam, Asma’ mengantarkan bekal untuk Nabi Muhammad Saw dan Abu Bakar r.a. karena tidak membawa sesuatu untuk mengikat wadah  makanan itu, Asma menyatakan bahwa hanya ada selendang di pinggangnya. Kemudian Abu Bakar menyuruhnya untuk membelah selendang tersebut menjadi dua. Asma’ pun mengikuti saran ayahnya. Ia mengikatkan makanan itu dengan selendangnya agar ayahnya dapat mengambilnya. Kemudian Rasulullah SAW mendo’akan Asma’ , “Semoga Allah menganti selendangmu dengan dua selendang di surge.” Sejak itu Asma’ dijuluki dzaatun nithaaqain (perempuan pemilik dua ikat pinggang) (2011:80)
Ibnu Ishaq dalam Al Mishri meriwayatkan, saat itu Abu Jahal datang ke rumah Abu Bakar r.a bersama para tokoh Quraisy, mereka menemui Asma’ dan bertanya di mana ayahnya. Ama’ pun menjawab tidak tahu dan seketika itu Abu Jahal menamparnya dengan keras sehingga antingnya lepas. Mereka sangat marah karena tidak mendapati Rasulullah SAW dan Abu Bakar r.a. (2011:81)
Asma’ selain perempuan yang baik dan pemberani namun beliau adalah wanita yang cerdas. Ketika kakeknya yang sudah buta berkata Abu Bakar r.a telah menyusahkan mereka karena tidak meninggalkan harta untuk mereka maka inilah tindakan dari Asma’ seperti pada Al Mishri yang menyebutkan bahwa Asma’ r.a menuturkan saat Rasulullah keluar dari Mekah, Abu Bakar membawa seluruh hartanya (Sekitar 5000 atau 6000 Dinar). Kemudian Asma’ mengambil batu-batu dan meletakannya di lubang angin, dimana ayahnya pernah meletakkan uang itu. Kemudian dia menutupinya dengan selembar baju. Setelah itu Asma’ memegang tangannya (Abu Quhafah) dan berkata: Letakkan tangan Anda diatas uang ini.” Maka kakeknya meletakan tangannya di atasnya dan berkata : “Tidaklah mengapa jika dia tingngalkan ini bagi kalian, maka dia (berarti) telah berbuat baik. Ini sudah cukup bagi kalian.”
Asma’ juga ikut dalam Perang Yarmuk seraya mendampingi suaminya. Kelebihan Asma’ yang sangat menonjol lainnya adalah bahasa yang fasih, cepat memahami sesuatu dan pandai berpuisi. Adz-Dzahabi dalam Al Mishri pun menambahkan, Asma’ adalah orang yang terakhir yang meninggal diantara golongan Muhajirin.” (2011 : 93)

Ketika sampai di Madinah Asma’ pun melahirkan putra pertamanya yaitu Abdullah dengan selamat baik ibu dan anaknya maka bersoraklah penduduk Madinah karena hal tersebut telah mematahkan  sihir manduk Yahudi yang ditujukan untuk kaum Muslimin dan diarak-arak bayi Abdullah keliling Madinah.


Pada masa pemerintahan Banu Umayyah, ketika Asma’ telah berusia 100 tahun dan matanya telah menjadi buta, datanglah Abdullah bin Zubair menemui ibunya Asma’. Abdullah berkata, “Wahai ibuku! Orang-orang telah mengecewakanku. Aku tidak mempunyai pendukung, kecuali beberapa orang saja.”
Asma’ : “Wahai anakku, engkau tentu lebih tahu tentang dirimu sendiri. Jika engkau yakin bahwa engkau diatas kebenaran dan kepada kebenaran engkau menyeru orang, maka teruskanlah! Sahabat-sahabatmu juga telah terbunuh di atas kebenaran ini. Jangan engkau jadikan batang lehermu dipermainkan oleh anak-anak Bani Umayyah. Tetapi jika engkau hanya menginginkan dunia semata, amka seburuk-buruk hamba adalah engaku!” Engkau telah membinasakan dirimu sendiri, dan engkau telah membinasakan orang-orang yang telah terbunuh bersama-samamu.

Dan jika engkau berada di atas kebenaran, lalu sahabat-sahabatmu menghaddapi kesulitan, apakah engkau akan menjadi lemah?! Demi Allah, ini bukanlah sikap orang-orang yang merdeka dan bukan pula sikap ahli agama. Berapa lama engkau akan tinggal di dunia ini? Mati adalah lebih baik!”
Mendengar nasehat dan dorongan dari Asma’ ibunya ini, maka Abdullah bin Zubair merasa tenang dan bersemangat. Kemudian Abdullah keluar dan bertempur hingga ia mati terbunuh. Konon, Al-Hajjaj bersumpah untuk tidak menurunkannya dari tiang kayu hingga ibunya meminta keringanan baginya. Maka tinggallah dia di situ selama satu tahun. Kemudian ibunya lewat di bawahnya dan berkata : "Tidakkah tiba waktunya bagi orang ini untuk turun ?"
Diriwayatkan, bahwa Al-Hajjaj berkata kepada Asma' setelah Abdullah terbunuh :"Bagaimanakah engkau lihat perbuatanku terhadap puteramu ?" Asma' menjawab :"Engkau telah merusak dunianya, namun dia telah merusak akhiratmu." Asma' wafat di Mekkah dalam usia 100 tahun, sedang giginya tetap utuh, tidak ada yang tanggal dan akalnya masih sempurna. [Mashaadirut Tarjamah : Thabaqaat Ibnu Saad, Taarikh Thabari, Al-Ishaabah dan Siirah Ibnu Hisyam]. Penulis buku, Musthafa Luthfi Al-Manfaluthi mencatat dialog yang terjadi antara Asma' dengan Abdullah, dalam sebuah kasidah yang dianggap sebuah karya seni yang indah.



Referensi :
“An-Nisaa’ Haula Ar-Rasull” (diterjemahkan menjadi “Tokoh-tokoh wanita di Sekitar Rasulullah SAW”) yang disusun oleh Muhammad Ibrahim Salim. Diketik oleh Hanies Ambarsari.
Oleh Nunu Karlina S.pd. Asisten Peneliti CGS dan Alumnus Akademi Siroh

Jumat, 15 April 2016

Buah dari Sabar adalah kebahagiaan

Print Friendly and PDF
Tema Islam Itu Indah kali ini adalah nggak apa mengalah. Kisah Inspiratif yang dibawakan oleh si Hafidz Qur’an 30 Juz Ustadz Syam mengenai seorang suami yang berbohong kepada istrinya bahwa dialah yang mandul agar istrinya tidak merasa sakit terpukul menerima kenyataan bahwa dialah yang mandul. Karena perempuan merasa sempurna ketika bisa melahirkan dengan memberikan keturunan.

Di kota Jeddah hiduplah sepasang suami istri yang bahagia, tahun demi tahun berlalu sampailah di usia pernikahan mereka yang kelima. Kehidupan mereka pun mulai terusik ketika sering terlontar pertanyaan-pertanyaan mengenai kehidupan keluarga mereka yang hingga saat itu belum juga dikarunia anak. Sedangkan lingkungan mereka seakan lengkap dengan hadirnya malaikat-malaikat kecil di rumahnya. Setelah berbagai pertimbangan akhirnya mereka memutuskan untuk memperiksakan diri ke dokter di salah satu Rumah Sakit kota Jeddah.
Mereka pun akhirnya periksa dan beberapa lama akhirnya mengetahui hasil dari pemeriksaannya.
Dokter : “ Ini hasil dari pemeriksaan tadi Pak.” Ucap dokter kepada suami pasangan               tadi
Suami   : “Hasilnya bagaimana dok?” Tanya si suami
Dokter : “Hasilnya adalah yang mandul istri bapak, bapak sehat.”
Suami   : “Inna lillahi wa inna ilahi roji’un….”ucapnya kaget sambil menitikkan air mata penuh kesedihan akan hasil Lab.“Dok, tolong nanti bilang kalau sayalah yang mandul, bukan istri saya."Ucapnya kembali sambil memohon
Dokter : “Tidak,Saya harus mengatakan yang sebenarnya.” Tolak dokter tersebut
Suami   : “Dok, saya mohon dok…” Bujuk si suami tersebut
Dokter : “Tidak…..Saya harus jujur dan mengatakan yang sebenarnya.” Tolak dokter itu lagi
Suami   : “Dok, Saya mohon dok…Saya tidak ingin Istri saya merasa terpukul dan menjadi sakit karena hal ini dok….katakanlah nanti kalau saya yang mandul dok…       Saya tidak ingin melihat istri saya bersedih menerima kenyataan ini.” Ucapnya lagi dengan nada memelas
Dokter  : “Baiklah…”

Kemudian sepasang suami istri ini pun dipanggil oleh asisten dokter ke ruangan dokter tadi dan dokter memberikan hasil lab dari pemeriksaan. Dan sesuai dengan permintaan suami tersebut si dokter pun mengatakan bahwa suaminya lah yang mandul dan si istri yang sehat. Mereka berdua pun akhirnya pulang dengan perasaan sedikit sedih terutama sang istri yang merasa tidak akan pernah memiliki keturunan dikarenakan suaminya yang mandul.
Tahun demi tahun kembali berjalan dan sang istri pun sudah tidak mulai sabar karena 4 tahun setelah pemeriksaan di rumah sakit itu tidak ada pun perubahan. 9 tahun sudah usia pernikahan mereka. Hingga suatu hari istrinya pun sudah merasa tidak sabar lagi dan ingin berpisah karena dia berharap untuk mempunyai anak.
Istri :”Suamiku, aku sudah tidak sabar lagi. Aku ingin mempunyai seorang anak laki-laki dalam rumah kita.” Ucap sang istri merasa kesal
Suami :”Istriku,bersabarlah lagi…Insya Allah kita akan mempunyai seorang anak.” Jawab suaminya penuh iba
Istri :”Aku sudah sangat bersabar suamiku….bagaimana aku akan bisa memiliki seorang anak laki-laki,sedangkan engkau sendiri mandul. Aku ingin menggendong bayi laki-laki.” Ujar sang istri
Suami :”Istriku, aku mohon bersabarlah 1 tahun lagi.”
Akhirnya sang istri pun mau menurut. Dan tidak berapa lama kemudian sang istri sakit karena penyakit ginjal dan harus segera dioperasi. Sang istri pun dibawa ke Rumah Sakit unutk segera dioperasi. Ketika akan dioperasi sang suami berkata kepada istrinya.
Suami :”Istriku, maafkan aku karena besok aku tidak bisa menemanimu operasi ginjal karena aku ada pekerjaan ke luar kota.”
Istri   :”Suami macam apa kamu….sudah tidak bisa memberi keturunan…sekarang kamu mau pergi hanya untuk urusan pekerjaan sedangkan istrinya sedang sakit! Ya sudah…sana pergilah kamu!” jawab sang istri dengan marah
Sang istri tidak mengetahui bahwa suaminya lah yang mendonorkan ginjalnya untuk dia sehingga harus berbohong akan pergi karena urusan pekerjaan agar sang istri tidak mengetahui kalau dialah pendonor ginjal tersebut. Operasi pun berjalan lancar dan karena operasi ginjal tersebut sang istri pun akhirnya bisa hamil dan melahirkan bayi laki-laki.
Tahun demi tahun pun berlalu dengan kebahagiaan karena telah hadirnya anak laki-laki yang mereka nanti selama 10 tahun. Ketika sang istri sedang membersihkan rumah tiba-tiba ada sebuah surat hasil pemeriksaan dari rumah sakit yang dulu mereka memeriksakan diri. Dibukalah isi surat tersebut dan setelah mengetahui isi surat hasil lab pemeriksaan yang sebenarnya langsung pecah air mata sang istri karena selama ini dialah yang sebenarnya mandul, yang tidak bisa memberikan seorang anak dan baru mengetahui keadaan yang sebenarnya saat itu. Selama ini suaminya begitu bersabar dengan dia dan ikhlas menerima kekurangan dia.
“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri.” (Q.S At Thur:48)

(T_T) ikutan nangis juga saking terharunya….padahal ustadz Syam yang bawain, apalagi kalau ustadzah Oki Setiana Dewi….banjir mungkin.

Referensi :

Islam Itu Indah oleh Ustadz Syam

Kamis, 14 April 2016

NUSAIBAH BINTI KA'AB SI SINGA BETINA DARI MADINAH

Print Friendly and PDF
Diantara para shahabiyah (sahabat perempuan)  Rasulullah SAW  tidak ada perempuan yang ikut dalam memerangi orang-orang musyrik pada perang Uhud kecuali Nusaibah binti Ka’ab r.a. Lengkapnya adalah Nusaibah anak perempuan dari Ka’ab bin Amr bin Auf bin Maddzul bin Amr bin Ghanim bin Mazin bin Najar al-Anshariyah al-Khazrajiyah an-Najariyah al-Maziniyah al-Madiniyah. Dikenal sebagai Ummu ‘Imarah. Kadang dipersepsikan sama dengan Nusaibah binti Harits Ummu Athiyah. Ummu Imarah bersuamikan Zaid bin ‘Ashim bin Ka’ab. Pasangan ini melahirkan Habib dan Abdullah, keduanya kelak menjadi pahlawan yang pemberani. Habib dikenal sebagai tawanan nabi palsu Musailamah al-Kadzdzab yang kemudian disiksa oleh pembantu Musailamah.

Setelah mendengar Islam dan mengetahuinya, wanita yang memeluk Islam pada permulaan Islam muncul ini ikut pergi bersama kaum lelaki dari Yatsrib ke Makkah untuk bergabung dengan sahabat awal yang belajar di bawah bimbingan Nabi Muhammad. Nusaibah adalah salah satu wanita yang ikut menyaksikan perjanjian (baiat) Aqabah. Saat itu, bersama temannya sesama wanita Asma binti Amr bin Adi alias Umu Mani’, bergabung dengan 70 lelaki menyatakan sumpah setia di hadapan Rasulullah SAW dan beliau disegani banyak orang karena superioritasnya ketika membela Rasulullah pada perang uhud. Nusaibah ikut pergi berperang dalam Perang Uhud besama suaminya (Ghaziyah bin Amru) dan bersama kedua anaknya dari suami yang pertama (Zaid bin Ashim bin Amru), kedua anaknya bernama Abdullah dan Hubaib. Di siang hari beliau memberikan minuman kepada yang terluka, namun tatkala kaum muslimin porang-poranda beliau segera mendekati Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dengan membawa pedang (untuk menjaga keselamatan Rasulullah) dan menyerang musuh dengan anak panah. Beliau beperang dengan dahsyat. Rasulullah SAW melihat Nusaibah berperang saat itu dengan sangat tangguh. Ia mengikat pakaiannya pada bagian tengah tubuhnya, bahkan ia mengalami tiga belas luka. Nusaibah pernah mengatakan, “Aku melihat Ibnu Qam’ah.” Ibnu Qam’ah memukul tengkuk Nusaibah, dan itu adalah lukanya yang paling parah, yang membuatnya harus mengobatinya selama setahun.

Nusaibah sempat mengganggap ringan lukanya yang berbahaya ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berseru agar kaum muslimin menuju Hamraul Asad, maka Nusaibah mengikat lukanya dengan bajunya, akan tetapi tidak mampu untuk menghentikan cucuran darahnya. Ummu Umarah menuturkan kejadian Perang Uhud demikian kisahnya, “Aku melihat orang-oang sudah menjauhi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam hingga tinggal sekelompok kecil yang tidak sampai bilangan sepuluh orang. Saya, kedua anakku, dan suamiku berada di depan beliau untuk melindunginya, sementara orang-orang kocar-kacir. Beliau melihatku tidak memiliki perisai, dan beliau melihat pula ada seorang laki-laki yang mundur sambil membawa perisai. Beliau besabda, Berikanlah perisaimu kepada yang sedang berperang!’ Lantas ia melemparkannya, kemudian saya mengambil dan saya pergunakan untuk melindungi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Ketika itu yang menyerang kami adalah pasukan bekuda, seandainya mereka berjalan kaki sebagaimana kami, maka dengan mudah dapat kami kalahkan Insya Allah. Maka tatkala ada seorang laki-laki yang berkuda mendekat kemudian memukulku dan aku tangkis dengan perisaiku sehingga dia tidak bisa berbuat apa-apa degan pedangnya dan akhirnya dia hendak mundur, maka aku pukul urat kaki kudanya hingga jatuh teguling. Kemudian ketika itu Nabi berseru, Wahai putra Ummu imarah, bantulah ibumu… bantulah ibumu….’ Selanjutnya putraku membantuku untuk mengalahkan musuh hingga aku berhasil membunuhnya.”
(Lihat Thabaqat Ibnu Sa’ad VIII/412).

Putra beliau yang bernama Abdullah bin Zaid bekata, “Aku teluka. Pada saat itu dengan luka yang parah dan darah tidak berhenti mengalir, maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Balutlah lukamu!’ Sementara ketika itu Ummu Imarah sedang menghadapi musuh, tatkala mendengar seruan Nabi, ibu menghampiriku dengan membawa pembalut dari ikat pinggangnya. Lantas dibalutlah lukaku sedangkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berdiri, ketika itu ibu bekata kepadaku, Bangkitlah besamaku dan terjanglah musuh!’ Hal itu membuat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Siapakah yang mampu berbuat dengan apa yang engkau perbuat ini wahai Ummu Imarah?’ Kemudian datanglah orang yang tadi melukaiku, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Inilah yang memukul anakmu wahai Ummu Imarah!” Ummu Imarah becerita, “Kemudian aku datangi orang tersebut kemudian aku pukul betisnya hingga roboh.” Ummu Imarah melihat ketika itu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tersenyum karena apa yang telah diperbuat olehnya hingga kelihatan gigi geraham beliau, beliau bersabda, “Engkau telah menghukumnya wahai Ummu Imarah.” Kemudian mereka pukul lagi dengan senjata hingga dia mati. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah memenangkanmu dan meyejukkan pandanganmu dengan kelelahan musuh-musuhmu dan dapat membalas musuhmu di depan matamu.”
(Lihat Thabaqat Ibnu Sa’ad VIII/413 — 414).

Al-Ustaz Husain Al-Bakiri mengomentari peran serta Nusaibah binti Ka’ab dalam perang, ia berkata, “Kepergian perempuan untuk berperang bersama laki-laki, tidak ada riwayat yang sahih tentang itu kecuali riwayat Nusaibah. Kepergian Nusaibah ikut berperang bersifat darurat, karena Rasulullah dalam bahaya ketika pasukan yang ada disekelilingnya banyak yang terbunuh, maka Ummu Imarah (Nusaibah) yang sedang membawa senjata wajib untuk berperang, karena bagi setiap orang yang membawa senjata wajib berperang baik laki-laki maupun perempuan.”

Dr Akram Dhiya’ Al-Umari dalam kitabnya As-Sirah An-Nabawiyah Ash-Sahihah memberi komentar terhadap beberapa atsar yang menunjukan peran serta perempuan dalam perang Uhud, ”Atsar-atsar ini menunjukan boleh hukumnya mengambil manfaat dari perempuan pada kondisi darurat, untuk mengobati korban yang luka dan membantu  pasukan yang memerlukan bantuan, jika aman dari fitnah dan para perempuan tersebut tetap menutup aurat dan menjaga diri. Para perempuan juga wajib membela diri mereka dengan perang jika mereka terancam, meskipun jihad itu diwajibkan bagi laki-laki, kecuali jika pasukan musuh sudah memasuki negeri Islam, maka semua wajib berperang melawan musuh, bagi laki-laki maupun      perempuan.”

Sementara Al-Ustaz Muhammad Ahmad Basyamil dalam Ghazwah Uhud mengatakan perang Uhud adalah perang pertama yang didalamnya perempuan ikut serta berperang melawan orang-orang musyrik. Menurutnya berdasarkan riwayat yang sahih hanya ada satu perempuan saja yang ikut serta dalam perang tersebut, ia membela Rasulullah. Juga menurut riwayat yang sahih bahwa perempuan ikut serta dalam perang Uhud, mereka ikut serta bukan untuk berperang dan mereka tidak dipersenjatai layaknya laki-laki. Akan tetapi mereka ikut perang serta untuk melihat apa yang dilakukan oleh pasukan musuh agar mereka dapat memberi bantuan terhadap kaum muslimin, seperti membantu korban yang terluka dengan air dan lainnya. Di samping itu bahwa perempuan yang ikut serta dalam perang Uhud tersebut adalah para perempuan yang telah melewati usia muda dan semua mereka pergi berperang bersama para suami mereka dan anak-anak mereka yang merupakan pasukan perang. Mereka juga memiliki akhlak dan juga pendidikan agama yang baik, tidak bisa dibandingakan dengan para tentara perempuan saat ini yang memakai pakaian tentara, terdapat unsur godaan dan fitnah. Itulah unsur yang membedakan merekadenganlaki-laki.

Al-Ustaz Basyamil melanjutkan, demikian juga para laki-laki pada masa itu tidak bisa dibandingkan dengan para pasukan laki-laki saat ini, jika dilihat dari semangat perjuangan, keistiqamahan, menjaga diri dan keberanian mereka. Para sahabat yang ikut serta dalam perang Uhud adalah manusia pilihan di antara umat ini, mereka adalah simbul kemuliaan dan semangat juang, lambang kekuatan dan keistikamahan. Maka tidak sah menjadikan keikutsertaan para sahabat perempuan dalam perang Uhud dijadikan sebagai kaedah yang kemudian dijadikan sebagai dasar qiyas (analogi) jika dilihat dari perspektif syariat Islam, untuk menerapkan wajib militer bagi perempuan pada zaman ini; perempuan berperang bersama dengan laki-laki (sebagai salah satu unsur utama dari beberapa unsur ketentaraan). Qiyas dalam kondisi seperti ini adalah qiyas ma’a al-fariq (analogi kontradiksi), dengan demikian maka qiyas tersebut adalah qiyas batil secara mutlak.

Selain pada Perang Uhud, Ummu Imarah juga ikut pada dalam bai’atur ridwan bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam Perang Hudaibiyah, dengan demikian beliau ikut serta dalam Perang Hunain.
Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam wafat, ada beberapa kabilah yang murtad dari Islam di bawah pimpinan Musailamah al-Kadzab, selanjutnya khalifah Abu Bakar ash-Shidiq mengambil keputusan untuk memerangi orang-orang yang murtad tesebut. Maka, bersegeralah Ummu Imarah mendatangi Abu Bakar dan meminta ijin kepada beliau untuk begabung bersama pasukan yang akan memerangi orang-orang yang murtad dari Islam. Abu Bakar ash-Shidiq bekata kepadanya, “Sungguh aku telah mengakui peranmu di dalam perang Islam, maka berangkatlah dengan nama Allah.” Maka, beliau berangkat bersama putranya yang bernama Hubaib bin Zaid Bin Ashim.

Di dalam perang ini, Ummu Imarah mendapatkan ujian yang berat. Pada perang tesebut putranya tertawan oleh Musailamah al-Kadzab dan ia disiksa dengan bebagai macam siksaan agar mau mengakui kenabian Musailamah al-Kadzab. Akan tetapi, bagi putra Ummu imarah yang telah terbiasa dididik untuk besabar tatkala beperang dan telah dididik agar cinta kepada kematian syahid, ia tidak kenal kompromi sekalipun diancam. Terjadilah dialog antaranya dengan Musailamah:

Musailamah :"Engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah?"
Hubaib        :"Ya"
Musailamah :"Engkau bersaksi bahwa aku adalah Rasulullah?"
Hubaib        :"Aku tidak mendengar apa yang kamu katakan itu"

Kemudian Musailamah al-Kadzab memotong-motong tubuh Hubaib hingga tewas.

Suatu ketika Ummu Imarah ikut serta dalam perang Yamamah besama putranya yang lain, yaitu Abdullah. Beliau bertekad untuk dapat membunuh Musailamah dengan tangannya sebagai balasan bagi Musailamah yang telah membunuh Hubaib, akan tetapi takdir Allah menghendaki lain, yaitu bahwa yang mampu membunuh adalah putra beliau yang satunya, yaitu Abdullah. Ia membalas Musailamah yang telah membunuh saudara kandungnya.

Tatkala membunuh Musailamah, Abdullah bekerja sama dengan Wahsyi bin Harb, tatkala ummu imarah mengetahui kematian si Thaghut al-Kadzab, maka beliau bersujud syukur kepada    Allah. Ummu Imarah pulang dari peperangan dengan membawa dua belas luka pada tubuhnya setelah kehilangan satu tangannya dan kehilangan anaknya yang terakhir, yaitu  Abdullah. Sungguh, kaum muslimin pada masanya mengetahui kedudukan beliau. Abu Bakar ash-Shidiq pernah mendatangi beliau untuk menanyakan kondisinya dan menenangkan beliau. Khalid si pedang Islam membantu atas penghormatannya, dan seharusnyalah kaum muslimin di zaman kita juga mengetahui haknya pula. Beliau sungguh telah mengukir sejarahnya dengan tinta emas.

Referensi:
Kitab Nisaa’ Haular Rasuul, karya Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi.
[shodiq ramadhan, disadur dari kitab Sirah Nabawiyah, Prof Dr Ali Ash Shalabi]

Jumat, 08 April 2016

Bara'ah si Gadis Kecil yang Ikhlas

Print Friendly and PDF

Kali ini tema dalam Islam Itu Indah adalah ikhlas dan menarik sekali kisah inspirasi yang dibawakan oleh Ustadz Syam yaitu tentang seorang gadis kecil yang bisa bersikap ikhlas ketika ibuunya sakit keras dan akhirnya menjadi yatim piatu bahkan dirinya mengidap penyakit kanker juga hingga pada akhirnya meninggal dunia.
Bara’ah adalah gadis kecil asal Mesir yang berusia 10 tahun. Orang tuanya dokter dan pindah ke Arab untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Keluarganya sederhana dan berkomitmen untuk Islam dan ajaran-ajarannya, hingga suatu hari ibunya mulai merasa sakit perut yang parah dan setelah beberapa kali diperiksakan, diketahuilah ibu Bara’ah menderita kanker dan kanker ini sudah dalam keadaan stadium akhir/kronis. Ibu Bara’ah berfikir untuk memberitahu putrinya, terutama jika ia terbangun suatu hari dan tidak menemukan ibunya di sampingnya.
Dan inilah ucapan ibu Bara’ah kepadanya.
“Bara’ah aku akan pergi ke surga, tapi aku ingin kamu selalu membaca Al-Qur’an dan menghafalkannya setiap hari karena ia akan menjadi pelindungmu kelak.”
Gadis kecil itu tidak terlalu mengerti apa yang ibunya katakan, tapi dia mulai merasakan perubahan keadaan ibunya, terutama ketika ia mulai dipindahkan ke rumah sakit untuk waktu yang lama. Gadsi kecil itu menggunakan waktu sepulang sekolahnya untuk menjenguk ibunya ke rumah sakit dan membaca Al-Qur’an untuk ibunya sampai malam ayahnya datang membawanya pulang.

Suatu hari pihak rumah sakit menelpon ayah Bara’ah untuk memberi tahu bahwa istrinya itu sedang sangat buruk dan ia perlu datang secepatnya, sehingga ayah Bara’ah menjemput Bara’ah dari sekolah dan menuju ke rumah sakit. Kemudian mereka tiba di depan rumah sakit, ayahnya memintanya untuk tinggal di mobil sehingga ia tidak akan shock jika ibunya meninggal dunia. Ayahnya keluar dari mobilnya dengan penuh air mata dimatanya. Ia menyebrang jalan untuk masuk rumah sakit tapi tiba-tiba datang sebuah mobil melaju kencang dan menabrak ayah Bara’ah  dan ia meninggal seketika di depan putrinya itu. Tak terbayangkan tangis gadis kecil pada saat itu.
Tragedi Bara’ah belum selesai sampai disini. Berita kematian ayahnya yang disembunyikan dari ibu Bara’ah yang masih di opname di rumah sakit, namun setelah lima hari semenjak kematian suaminya akhirnya ibu Bara’ah meninggal juga. Dan kini gadis kecil ini sendirian tanpa kedua orang tuanya. Dengan bantuan teman-teman ayahnya untuk mencarikan keluarga di Mesir sehingga keluarganya bisa merawatnya. Tak berapa lama tinggal di Mesir Bara’ah mulai mengalami nyeri seperti yang pernah dialami ibunya dan oleh keluarganya ia lalu diperiksakan. Setelah beberapa kali tes didapati Bara’ah juga mengidap kanker. Tapi sungguh mengejutkan kala ia diberitahu kalau ia menderita kanker. Inilah perkataan Bara’ah kala ia diberitahu kalau ia menderta kanker. Inilah perkataan Bara’ah kala itu, “ Alhamdulillah…..Saya akan bertemu dengan kedua orang tua saya.”
Semua teman-teman dan keluarga terkejut. Gadis kecil ini sedang menghadapi musibah yang bertubi-tubi dan ikhlas dengan apa yang ditetapkan Allah unutknya, Subhanallah…..
Hari-hari terlewati dan kanker mulai menyebar di seluruh tubuhnya, para dokter memutuskan untuk mengamputasi kakinya dan ia tetap bersabar dengan apa yang ditetapkan Allah baginya. Tapi beberapa hari setelah operasi amputasi kakinya sekarang kankernya menyebar ke otak, lalu dokter memutuskan untuk melakukan operasi otak. Tidak berlangsung lama di usianya yang 11 tahun Bara’ah meninggal dunia dengan penuh rasa keikhlasan dalam hatinya akan ketetapan Allah.
Subhanallah….
( T_T )

Reference:
Islam Itu Indah oleh Ust. Syam
https://youtube.com/watch?v=YVR2830rZH8

Kamis, 07 April 2016

Kisah Pemuda Buta yang Sholeh dengan Gadis Cantik

Print Friendly and PDF

Ketika mendengarkan kisah ini dari ustadz Syam di islam itu indah pada session Kisah Inspiratif (kalo ustadzah Oki dengan Kisah Teladan ^ _ ^ ). Pada pagi itu temanya adalah tentang pernikahan#jodoh gak kemana. Bener-bener inspiratif banget dah cerita mengenai pemuda buta yang fakir namun sholeh dan belum menikah juga bahkan kedua orang tuanya serasa malu untuk menikahkan anaknya yang buta itu ditambah pula dengan keadaan mereka yang fakir.
“dia seorang pemuda yang menghafal Al-Qur’an, tumbuh sebagai orang yang sholeh dan taat kepada Allah, menundukan pandangan dari hal-hal haram.”
Syekh bertanya kepada pemuda buta itu,
“Wahai anakku, kenapa kamu belum menikah? Bahagiakan hidupmu dan mintalah pada Allah.” Kebiasaan orang Arab memanggil anak orang lain/yang lebih muda dengan panggilan “ya walady”.
Pemuda itu kemudian menjawab,
“wahai Syekh, bagaimana saya bisa menikah, saya orang yang sangat fakir, kedua orang tua pun fakir, tidak ada yang lebih fakir melebihi kefakiran keluarga saya. Saya terlahir sebagai orang buta, pendek lagi fakir memiliki banyak cacat. Sifat-sifat indah dan gagah yang diidamkan setiap wanita tidak ada dalam diri saya. Siapa yang mau menikah dengan orang seperti saya.”
“Sungguh hati ini sangat rindu ingin menikah, harapan begitu besar ingin membangun rumah tangga. Karena itu, keinginan untuk menikah terkadang hilang. Tapi, kepada Allah lah saya mengadu atas keadaan yang menyedihkan ini.”
“Kemudian saya datang pada orang tua saya, dan berkata, wahai ayah saya ingin menikah. Ayah saya kemudian tertawa mendengar keinginan saya untuk menikah. Ayah berkata, apa kamu gila nak, siapa yang mau menikah denganmu, pertama kamu itu buta, kedua, kita ini orang fakir yang tidak memiliki apa-apa, maka hargailah dirimu sendiri.”
Kenapa kau tidak mencoba bilang ke ibumu, ibu mempunyai rasa kasih melebihi seorang ayah, kata Syekh lagi
“medapat jawaban seperti itu, saya mendatangi ibu, hampir-hampir mata ingin menangis dan tidak mampu menahannya. Saya berharap ibu memberikan harapan dan tidak memberikan jawaban yang sama. Tapi ternyata ibu mengatakan persis seperti kata ayah.”
Ibu menjawab, wahai anakku…apakah kamu telah kehilangan akal, kamu mau menikah? Dari mana mendapatkan uang untuk biaya pernikahan sedang kita sendiri sangat membutuhkannya. Para penagih hutang datang ke rumah kita siang dan malam.”
Selama beberapa hari pemuda ini terus meminta persetujuan dari orang tuanya, tapi rasa putus asa sudah menghampiri ibu dan ayahnya. Merasa tidak mendapatkan jalan keluar dari orang tuanya, dia mengadu kepada Allah SWT. Dia sadar, kenapa tidak meminta pada Allah yang Maha Mampu sedang orangtuaku tidak mampu, kenapa tidak meminta kepada Allah yang Maha Penyayang, pemuda itu kemudian shalat dan berdo’a pada Allah.
“Wahai Tuhanku, mereka bilang kalau aku ini fakir, sedang Engkaulah yang menjadikan hamba fakir.”
Mereka bilang aku buta, sedang Engkaulah yang menjadikan hamba buta. Mereka bilang kalau aku cacat, Engkaulah yang menciptakan rupaku seperti ini.”
“Ya Allah Ya Tuhanku yang tidak ada Tuhan selain Engkau, kau mengetahui keadaan hambamu ini, sangat ingin menikah tapi tidak menemukan jalan dan cara karena kelemahan hamba, berikanlah aku istri yang sholeha lagi penuh berkah, yang bisa menenangkan jiwa ini.”
Kedua mata pemuda itu menangis tersedu-sedu dihadapan Tuhannya yang Maha Mulia. Allah sangat malu kepada hamba-Nya yang meminta dengan tulus. Dialah Allah yang Maha Penyayang terhadap orang yang beriman. Allah mendengar rintihan hati hamba-Nya.
Karena ngantuk, pemuda ini kemudian tertidur, dan mendapatkan mimpi yang indah. Dia bermimpi ada di suatu tempat yang sangat panas, seakan api menyala-nyala. Setelah itu sebuah kemah turun di atasnya, kemah yang sangat indah menutupi pandangan mata di atasnya, seketika hawa berubah menjadi dingin.
Dia tidak mampu menahan rasa dingin itu, kemudian terbangun karena kedinginan padahal sebelumnya merasa sangat panas. Pemuda ini tersenyum mendapatkan mimpi itu. Kemudian datang pada salah seorang Syekh yang pintar menakwilkan mimpi. Dia menceritakan mimpinya dan bertanya apa arti mimpi.

Orang yang didatanginya itu kemudian berkata,
“Wahai anakku,apakah kamu sudah menikah atau belum?”
“Wallahi saya belum menikah.” Jawab pemuda buta itu
“Kenapa kamu belum menikah?”
“Siapa yang sudi menikah dengan saya, kau sudah tau keadaanku yang buta dan fakir.”
“Wahai anakku, apakah tadi malam kamu mengetuk pintu-pintu Allah?”
“Benar, tadi malam saya berdo’a meminta pada Allah dengan sungguh.”
“Kalau begitu, pergilah cari wanita yang paling cantik menurutmu kemudian lamar, karena sesunguhnya pintu itu sudah terbuka untukmu. Allah akan memberikanmu jalan yang mudah, siapkan dirimu dengan baik, pergilah dan jangan merendahkan diri sendiri dengan mengatakan kamu buta, fakir dan lainnya.”

Pemuda itu kemudian berpikir sejenak siapa wanita paling cantik yang ia ketahui, dia tidak mengingat kecuali satu wanita dari keluarga yang paling mulia dan kaya di daerahnya. Seorang wanita cantik dan mulia.
Dia meminta kepada Ayahnya agar mau melamarkan gadis cantik itu untuknya, tapi ayahnya menolak dan malu, karena keadaan anaknya dan keluarga yang sangat miskin. Malu melamar gadis cantik dari keluarga kaya dan mulia, bagi ayahnya itu mustahil.
Pemuda yang berumur 24 tahun ini akhirnya pergi seorang diri ke rumah gadis cantik yang dia inginkan. Dia mengucapkan salam pada keluarga itu dan dipersilakan masuk. Keluarga gadis itu menyambutnya dengan hangat dan ramah. Dengan berani dia mengutrakan maksud kedatangannya hendak melamar putri keluarga kaya itu.
Kemudian dijawab,
“ Kamu menginkan putri saya?”
“Iya pak.”
“Nak,Saya tidak melihat dalam diri kamu kecuali kebaikan, tidak ada pemuda yang lebih bauk selain kamu. Tapi, saya harus bertanya dulu pada putri saya.” Kemudian ayah itu masuk menemui putrinya, dan berkata,
“Wahai putriku, ini ada seorang pemuda ingin melamarmu, memang benar kalau dia orang yang buta, tapi penghafal Al-Quran, dadanya penuh dengan Al-Quran. Kalau kamu melihat itu baik maka tawakkal saja pada Allah.”
Putrinya yang cantik itu menjawab,
“Wahai ayah, aku tidak bisa menolak permintaanmu, aku hanya akan bertawakkal pada Allah.”
Beberapa minggu kemudian pemuda buta sholeh itu menikah dengan gadis yang paling cantik dan mulia.
Ketahuilah rahmat Allah sangat luas. Dia telah memberikanmu begitu banyak kebaikan, lantas kenapa harus putus asa karena keadaan yang dimata kita buruk. Allah Maha Kaya, mintalah pada Allah. Dialah Allah yang telar menggerakan hati ayah gadis cantik itu untuk mau menikahkan dia dngan pemuda buta.
Sesunguhnya Allah memuliakan hamba yang selalu mengingat Allah dan lisannya basah karena membaca Al-Qur’an.

Referensi:
Islam Itu Indah oleh Ustadz Syam
http://sabayacafe.com

Rabu, 06 April 2016

Berita Bohong Aisyah r.a

Print Friendly and PDF
Pernah denger sih kisah Aisyah r.a yang difitnah selingkuh yang akhirnya Allah menurunkan wahyu secara tidak tanggung-tanggung 8 ayat sekaligus untuk membersihkan beliau (Q.S An-Nur 11-18). Dan pas iseng-iseng baca kumpulan hadist Muslim buka Kitab Tobat,baca perlahan dan sampailah mengenai berita bohong Ummul Mukminin Aisyah r.a binti Abu Bakar Shidiq r.a. Jujur sama sekali tidak tau kalau kisah tersebut ada di hadist karena selama ini aku kira itu hanyalah kisah teladan seperti Khulafaur rasyidin. Berikut adalah isi hadist tersebut mengenai berita bohong.
*********************************************************************

Apabila Rasulullah saw. hendak keluar dalam suatu perjalanan selalu mengadakan undian di antara para istri beliau dan siapa di antara mereka yang keluar undiannya, maka Rasulullah saw. akan berangkat bersamanya. Aisyah berkata : Lalu Rasulullah mengundi di antara kami untuk menentukan siapa yang akan ikut dalam perang dan ternyata keluarlah undianku sehingga aku pun berangkat bersama Rasulullah saw. Peristiwa itu terjadi setelah diturunkan ayat hijab (Al-Ahzab ayat 53) di mana aku dibawa dalam sekudup dan ditempatkan di sana selama perjalanan kami. Pada suatu malam ketika Rasulullah saw. Selesai berperang lalu pulang dan kami telah mendekati Madinah, beliau memberikan aba-aba untuk berangkat. Akupun segera bangkit setelah mendengar mereka mengumumkan keberangkatan lalu berjalan sampai jauh meninggalkan pasukan tentara. Seusai melaksanakan shalat hajat, aku hendak langsung menghampiri unta tungganganku namun saat meraba dada, ternyata kalungku yang terbuat dari mutiara Zifar putus. Aku pun kembali mencari kalungku sehingga tertahan karena pencarian itu. Sementara orang-orang yang bertugas membawaku mereka telah mengangkat sekedup itu dan meletakkannya ke atas punggung untaku yang biasa aku tunggangi karena mereka mengira aku telah berada di dalamnya. Ia menambahkan: Kaum wanita pada waktu itu memang bertubuh ringan dan langsing tidak banyak ditutupi daging karena mereka mengkonsumsi makanan dalam jumlah sedikit sehingga orang-orang itu tidak merasakan beratnya sekedup ketika mereka mengangkatnya ke atas unta. Apalagi ketika itu aku anak perempuan yang masih belia. Mereka pun segera menggerakan unta itu dan berangkat. Aku baru menemukan kalung itu setelah pasukan berlalu. Kemudian aku mendatangi tempat pemberhentian mereka, namun taka da seorang pun disana. Lalu aku menuju ke tempat yang semula dengan harapan mereka akan merasa kehilangan dan kembali menjemputku. Ketika aku sedang duduk di tempatku rasa kantuk mengalahkanku sehingga aku pun tertidur. Ternyata ada Shafwan bin Muaththal As-Sulami Az-Dzakwani yang tertinggal di belakang pasukan sehingga baru dapat berangkat pada malam hari dan keesokan paginya ia sampai di tempatku. Dia melihat bayangan hitam seperti seorang yang sedang tidur lalu ia mendatangi dan langsung mengenali ketika melihatku karena ia pernah melihatku sebelum diwajibkan berhijab. Aku terbangun oleh ucapannya, “Inna lillahi wa inna ilahi raji’uun” pada saat dia mengenaliku. Aku segera menutupi wajahku dengan kerudung dan demi Allah, dia sama sekali tidak mengajakku bicara sepatah kata pun dan aku pun tidak mendengar satu kata pun darinya selain ucapan “inna lillahi wa inna ilaihi raji’uun”. Kemudian ia menderumkan untanya dan memijak kakinya, sehingga aku dapat menaikinya. Dan ia pun berangkat sambil menuntun unta yang aku tunggangi hingga kami dapat menyusul pasukan yang sedang berteduh di tengah hari yang sangat panas. Maka celakalah orang-orang yang telah menuduhku dimana yang paling berperan ialah Abdullah bin Ubay bin Salul. Sampai kami tiba di Madinah dan aku pun segera menderita sakit setiba di sana selama sebulan. Sementara orang ramai membicarakan tuduhan para pembuat berita bohong padahal aku sendiri tidak mengetahui sedikit pun tentang hal itu. Yang membuatku gelisah selama sakit adalah bahwa aku tidak merasakan kelembutan Rasulullah saw. Yang biasanya kurasakan ketika aku sakit. Rasulullah saw. Hanya masuk menemuiku, mengucapkan salam, kemudian bertanya: Bagaimana keadaanmu?
Hal itu membuatku gelisah, tetapi aku tidak merasakan adanya keburukan, sampai ketika aku keluar setelah sembuh bersama Ummu Misthah ke tempat pembuangan air besar di mana kami hanya keluar ke sana pada malam hari sebelum kami membangun tempat membuang kotoran (WC) di dekat rumah-rumah kami. Kebiasaan kami sama seperti orang-orang Arab dulu dalam buang air. Kami merasa terganggu dengan tempat-tempat itu bila di dekat rumah kami. Aku pun berangkat dengan Ummu Misthah, seorang anak perempuan Abu Ruhum bin Muthalib bin Abdi Manaf dan ibunya adalah putri Shakher bin Amir, bibi Abu Bakar Sidik. Putranya bernama Misthah bin Utsatsah bin Abbad bin Muththalib. Aku dan putri Abu Ruhum langsung menuju kea rah rumahku sesudah selesai buang air. Tiba-tiba Ummu Misthah terpeleset dalam pakaian yang menutupi tubuhnya sehingga terucaplah dari mulutnya kalimat: Celakalah Misthah! Aku berkata kepadanya: Alangkah buruknya apa yang kau ucapkan! Apakah engkau memaki orang yang telah ikut serta dalam perang Badar? Ummu Misthah berkata: Wahai junjunganku, tidaklah engkau mendengar apa yang dia katakana? Aku menjawab: Memangnya apa yang dia katakan? Ummu Misthah lalu menceritakan kepadaku tuduhan para pembuat cerita bohong sehingga penyakitku semakin bertambah parah. Ketika aku kembali ke rumah, Rasulullah saw. Masuk menemuiku, beliau mengucapkan salam kemudian bertanya: Bagaimana keadaanmu? Aku berkata: Apakah engkau mengizinkan aku mendatangi kedua orang tuaku? Pada saat itu aku ingin meyakinkan kabar itu dari kedua orang tuaku. Begitu Rasulullah saw. Memberiku izin, aku pun segera pergi ke rumah orang tuaku. Sesampai di sana, aku bertanya kepada ibu: Wahai ibuku, apakah yang dikatakan oleh orang-orang mengenai diriku? Ibu menjawab: Wahai anakku, tenanglah! Demi Allah, jarang sekali ada wanita cantik yang sangat dicintai suaminya dan mempunyai beberapa madu, kecuali pasti banyak berita kotor dilontarkan kepadanya. Aku berkata: Maha Suci Allah! Apakah setega itu orang-orang membicarakanku? Aku menangis malam itu sampai pagi air mataku tidak berhenti mengalir dan aku tidak dapat tidur dengan nyenyak. Pada pagi harinya, aku masih saja menangis. Beberapa waktu kemudian Rasulullah saw. Memanggil Ali bin Abu Thalib dan Usamah bin Zaid untuk membicarakan perceraian dengan istrinya ketika wahyu tidak kunjung turun. Usamah bin Zaid memberikan pertimbangan kepada Rasulullah saw. Sesuai dengan yang ia ketahui tentang kebersihan istrinya (dari tuduhan) dan berdasarkan kecintaan dalam dirinya yang ia ketahui terhadap keluarga Nabi saw. Ia berkata: Ya Rasulullah, mereka adalah keluargamu dan kami tidak mengetahui dari mereka kecuali kebaikan. Sedangkan Ali bin Abu Thalib berkata: Semoga Allah tidak menyesakkan hatimu karena perkara ini, banyak wanita selain dia (Aisyah). Jika engkau bertanya kepada budak perempuan itu (pembantu rumah tangga Aisyah) tentu dia akan memberimu keterangan yang benar. Lalu Rasulullah saw. Memanggil Barirah (jariyah yang dimaksud) dan bertanya: hai Barirah! Apakah engkau pernah melihat sesuatu yang membuatmu ragu tentang Aisyah? Tidak ada perkara buruk yang aku lihat dari dirinya kecuali Aisyah adalah seorang perempuan yang masih muda belia, yang biasa tidur di samping adonan roti keluarga lalu dataanglah hewan-hewan ternak memakani adonan itu. Kemudian Rasulullah saw. Berdiri diatas mimbar meminta bukti dari Abdullah bin Ubay bin Salul. Di atas mimbar itu, Rasulullah saw bersabda: Wahai kaum muslimin, siapakah yang mau menolongku dari seorang yang telah sampai hati melukai keluarga? Demi Allah! Yang kuketahui pada keluargaku hanyalah kebaikan. Orang-orang juga telah menyebut-nyebut seorang lelaki yang kuketahui baik. Dia tidak pernah masuk menemui keluargaku (istriku) kecuali bersamaku. Maka berdirilah Saad bin Muaz Al-Anshari seraya berkata: Aku akan menolongmu dari orang itu, wahai Rasulullah. Jika dia dari golongan Aus, aku akan memenggal lehernya dan kalau dia termasuk saudara kami dari golongan Khazraj, maka engkau dapat memerintahkanku dan aku akan melaksanakan periintahmu. Mendengar itu, berdirilah Saad bin Ubadah. Dia adalah pemimpin golongan Khazraj dan seorang lelaki yang baik tapi amarahnya bangkit karena rasa fanatic golongan. Dia berkata tertuju kepada Saad bin Muaz: Engkau salah! Demi Allah, engkau tidak akan membunuhnya dan tidak akan mampu untuk membunuhnya! Lalu Usaid bin Hudhair saudara sepupu Saad bin Muaz, berdiri dan berkata kepada Saad bin Ubadah: Engkau salah! Demi Allah, kami pasti akan membunuhnya! Engkau adalah orang muunafik yang berdebat untuk membela orang-orang munafik. Bangkitlah amarah kedua golongan yaitu Aus dan Khazraj, sehingga mereka hampir saling berbaku-hantam dan Rasulullah saw. Masih berdiri di atas mimbar terus berusaha meredahkan emosi mereka hingga mereka diam dan Rasulullah saw. diam. Sementara itu, aku menangis sepanjang hari, air mataku tidak berhenti mengalir dan aku pun tidak merasa nyenyak dalam tidur. Aku masih saja menangis pada malam berikutnya, air mataku tidak berhenti mengalir dan juga tidak merasa enak tidur. Kedua orang tuaku mengira bahwa tangisku itu akan membelah jantungku. Ketika kedua orang tuaku sedang duduk di sisiku yang masih menangis, datanglag seorang perempuan Anshar meminta izin menemuiku. Aku memberinya izin lalu dia pun duduk sambil menangis. Pada saat kami sedang dalam keadaan demikian, Rasulullah saw. masuk. Beliau memberi salam, lalu duduk. Beliau belum pernah duduk di dekatku sejak ada tuduhan yang bukan-bukan kepadaku, padahal sebulan telah berlalu tanpa turun wahyu kepada beliau mengenai persoalanku. Rasulullah saw. mengucap syahadat pada waktu duduk kemudian bersabda: Selanjutnya. Hai Aisyah, sesungguhnya telah sampai kepadaku bermacam tuduhan tentang dirimu. Jika engkau memang bersih, Allah pasti akan membesihkan dirimu dari tuduhan-tuduhan itu. Tetapi kalau engkau memang telah berbuat dosa, maka mohonlah ampun kepada Allah dan bertobatlah kepada_Nya. Sebab, bila seorang hamba mengakui dosanya kemudian bertobat, tentu Allah akan menerima tobatnya. Ketika Rasulullah saw. selesai berbicara, air mataku pun habis sehingga aku tidak merasakan satu tetespun terjatuh. Lalu aku berkata kepada ayahku: Jawablah untukku kepada Rasulullah saw. mengenai apa yang beliau katakan. Ayahku menyahut: Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus aku katakana kepada Rasulullah saw. Kemudian aku berkata kepada ibuku: Jawablah untukku kepada Rasulullah saw.! ibuku juga berkata: Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan kepada Rasulullah saw. Maka aku pun berkata: Aku adalah seorang perempuan yang masih muda belia. Aku tidak banyak membaca Alquran. Demi Allah, aku tahu kalian telah mendengar semua ini, hingga masuk ke hati kalian, bahkan kalian mempercayainya. Jika aku katakan kepada kalian, bahwa aku bersih dan Allah pun tahu aku bersih, mungkin kalian tidak juga mempercayaiku. Dan jika aku mengakui hal itu dihadapan kalian, sedangkan Allah mengetahui bahwa aku bersih, tentu kalian akan mempercayaiku. Demi Allah, aku tidak menemui perumpamaan yang tepat bagiku dan bagi kalian, kecuali sebagaimana dikatakan ayah Nabi Yusuf: Kesabaran yang baik itulah kesabaranku. Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan. Kemudian aku pindah dan berbaring di tempat tidurku. Demi Allah, pada saat itu aku yakin diriku bersih dan Allah akan menunjukkan kebersihanku. Tetapi, sumgguh aku tidak berharap akan diturunkan wahyu tentang persoalanku. Aku kira persoalanku terlalu remeh unutk dibicarakan Allah Taala dengan wahyu yang diturunkan. Namun, aku beharap Rasulullah saw. akan bermimpi bahwa Allah membersihkan diriku dari fitnah itu. Rasulullah saw. belum lagi meninggalkan tempat duduknya dan tak seorang pun dari isi rumah adda yang keluar, ketika Allah Taala menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya. Tampak Rasulullah saw. merasa kepayahan seperti biasanya bila beliau menerima wahyu, hingga bertetesan keringat beliau bagaikan mutiara di musim dingin, karena beratnya firman yang diturunkan kepada beliau. Ketika keadaan yang demikian telah hilang dari Rasulullah saw. (wahyu telah selesai turun), maka sambil tertawa perkataan yang pertama kali beliau ucapkan adalah : Bergembiralah, wahai Aisyah, sesungguhnya Allah telah membersihkan dirimu dari tuduhan. Lalu ibuku berkata kepadaku: Bangunlah! Sambutlah beliau! Aku menjawab: Demi Allah, aku tidak bangun menyambut beliau. Aku hanya akan memuji syukur kepada Allah. Dialah yang telah menurunkan Ayat Al qur’an yang menyatakan kebersihanku. Allah Taala menurunkan ayat: Sesungguhnya orang-orang yang membwa berita bohong itu adalah dari golonganmu juga, dan sepuluh ayat berikutnya. Allah menurunkan ayat-ayat tersebut yang menyatakan kebersihanku. Abu Bakar yang semula memberi nafkah kepada Misthah karena kekerabatan dan kemiskinannya, pada saat itu mengatakan: Demi Allah, aku tidak akan lagi memberi nafkah kepadanya sedikitpun selamanya, sesudah apa yang dia katakana terhadap Aisyah. Sebagai teguran atas ucapan itu, Allah menurunkan wahyu ayat selanjutnya ayat: Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kalian, bersumpah bahwa mereka tidak memberi bantuan kepada kaum kerabat mereka, orang-ornag miskin sampai pada firman-Nya: Apakah kalian tidak ingin mengampuni kalian. (Hibban bin Musa berkata : Abdullah bin Mubarak bekata : Ini adalah ayat yang paling aku harapkan dalam Kitab Allah). Maka berkatalah Abu Bakar: Demi Allah, tentu saja aku sangat menginginkan ampunan Allah. Selanjutnya dia (Abu Bakar) kembali memberikan nafkah kepada Misthah seperti sediakala dan berkata : Aku tidak akan berhenti membeikannya nafkah unutk selamanya. Aisyah meneruskan: Rasulullah saw. pernah bertanya  kepada Zainab binti Jahsy, istri Nabi saw. tentang persoalanku: Apa yang kamu ketahui? Atau apa pendapatmu? Zainab menjawab: Wahai Rasulullah, aku selalu menjaga pendengaran dan penglihatanku (dari hal-hal yang tidak layak). Demi Allah, yang kuketahui hanyalah kebaikan. Aisyah berkata: Padahal dialah yang menyaingi kecantikanku dari antara para istri Nabi saw. Allah menganugerahinya  dengan sikap warak (menjauhkan diri dari masksiat dan perkara meragukan) lalu mulailah saudara perempuannya, yaitu Hamnah binti Jahsy, membelanya dengan rasa fanatic (yakni ikut menyebarkan apa yang dikatakan oleh pembuat cerita bohong). Maka celakalah ia bersama orang-orang celaka.

(Shahih Muslim No.4974)