Hijrah adalah peristiwa penting dan penuh makna
dalam sejarah Islam. Al-Bugha menyatakan bahwa dalam terminology syara’, hijrah
adalah meninggalkan negeri kafir karena khawatir mendapat fitnah(gangguan)
menuju Darul Islam (2011:40)
Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW untuk
meninggalkan Makkah sebagai upaya menghindar dari cacian, makian, siksaan dan
berbagai intimidasi lainnya yang dilakukan kaum kafir Quraisy terhadap
Muslimin. Rasulullah menghadapi berbagai kesulitan dalam proses berpindah
menuju Madinah tersebut, bahkan nyawa menjadi taruhannya. Selama perjalanan,
Rasulullah harus melalui aral yang melintang sebagai pembuktian ketaqwaan dan
tawakal sepenuhnya pada Rabb semesta alam. Pada akhirnya kepiawaian strategi
Nabi Berpadu dengan takdir Allah.
Sejarah mencatat hijrah sebagai awal momentum
kegemilangan kejayaan Islam. Siapakah ia? Ia adalah Asma’ binti Abu Bakar r.a.
Ia seorang anak, istri, ibu sekaligus prajurit mulia. Asma’ dilahirkan tahun 27
sebelum Hijrah. Asma’ 10 tahun lebih tua daripada saudara seayah yaitu Ummul
Mu’minin Aisyah r.a dan dia adalah saudara sekandung dari Abdullah bin Abu
Bakar.
Keistimewaan
Asma binti Abu Bakar r.a
Asma binti Abu Bakar r.a adalah shahabiyah yang
terkenal keilmuan dan ketaqwaannya. Beliau termasuk golongan pertama yang masuk
Islam. Ketika cahaya Islam menyinari jazirah Arab, Abu Bakar Ash-Shidiq r.a
ayah Asma’ adalah laki-laki dewasa pertama yang memeluk Islam. Karena itu,
tidak heran jika Asma’ memeluk agama tauhid ini sejak dini sehingga termasuk
orang-orang yang pertama masuk Islam. “Jika dibuat nomor ururt daftar orang
yang masuk Islam, maka Asma’ berada pada urutan ke-18. Artinya, hanya ada 17
orang lebih dulu masuk Islam darinya, baik laki-laki dan perempuan.”(Mahmud Al
Mishri, 35 Sirah Shahabiyah, 2011:77)
Maka dari itu Asma’ juga dijanjikan masuk surga,
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama(masuk islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik,Allah ridha kepada mereka dan
mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga
yang mengalir sungai-sungai di dalamnya…”(Q.S At Taubah : 100)
Bahkan Al Gadhan menyebutkan nama Asma’ khusus dalam
satu bab yang membahas Peranan Wanita pada Periode Sirriyah (dakwah secara
sembunyi-sembunyi) “…Kaum wanita ini hidup di periode Sirriyah tanpa diketahui
oleh seorang pun keislaman mereka. Kita harus memberi perhatian kepada peranan
kaum peempuan dalam perjalanan dakwah ini sebagaimana mestinya. Naik sebagai
saudara, istri, maupun yang mendampingi kaum lelaki. Bahkan sebagian riwayat
menyebutkan bahwa Asma’ r.s adalah seorang prajurit periode ini. Ini berarti
bahwa dia dalam usianya yang sangat muda. (2009:26)
Ibnu Mulaikah dalam Al Mishri menyatakan, “Asma’
pernah merasa pusing, maka dia meletakkan tangan di atas kepala seraya berkata,
“Ini karena dosaku, meskipun yang diampuni oleh Allah lebih banyak.” (2011:87).
Sebagai seorang istri, keshalihannya disebut
langsung oleh sang suami tercinta. Al Mishri menyatakan bahwa suami Asma’, Zubair
bin Awwam, pernah berkata, “Aku pernah masuk rumah dan mendapati Asma’ sedang
shalat. Aku mendengar ia membaca ayat ‘Maka Allah memberikan karunia kepada
kami dan memelihara kami dari azab neraka.’ Asma’ bermunajat dan memohon
perlindungan kepada Allah. Maka aku berdiri, tapi karena ia bermunajat terlalu
lama, aku oergi ke pasar. Saat aku kemabli, ternyata Asma’ masih menangis
sambil bermunajat dan mohon perlindungan dari Allah.” (2011”85).
Asma’ binti Abu Bakar r.a berkata, ‘Ketika aku
menikahi Zubair, dia belum mempunyai rumah, juga tidak mempunyai budak. Dia
tidak mempunyai apa-apa di muka bumi ini selain kudanya. Akulah yang biasanya
menggembalakan kudanya, memberinya makan, dan merawatnya. Selain itu aku juga
menggiling bibit kurma, menggembalakan unta, memberinya minum, menambal ember,
dan membuat roti. Sebenarnya aku tidak begitu pandai membuat roti, maka
tetanggaku orang Anshar yang biasanya membuatkan roti untukku. Mereka adalah
wanita-wanita yang ramah.’
Asma juga sering menjunjung bibit kurma di kepalanya
dari hasil tanah milik Zubair yang telah dihadiahkan oleh Rasulullah SAW
kepadanya. Tanah itu jauhnya sekitar 2mil. Suatu hari, Asma’ sedang membawa
biji-biji kurma itu di atas kepalanya, ditengah perjalanan ia bertemu
Rasulullah SAW dan sekelompok sahabat r.a. Lalu Beliau memanggil Asma’ ,’Ayo
ikutlah!’ mengajaknya agar ikut di belakang beliau. Asma’ merasa malu sekali
berjalan bersama para laki-laki. Dan ia teringat akan Zubair dan
kecemburuannya. Karena Zubair termasuk orang yang paling pencemburu. Dan ketika
Rasulullah SAW melihat Asma’ begitu malu, lalu beliau pergi. Setelah itu’ Asma’
menemui Zubair dan menceritakan kejadian tadi, ‘Tadi Rasulullah SAW bertemu
denganku ketika aku sedang menjunjung biji kurma di kepalaku. Ada sekelompok sahabat
bersama beliau. Beliau menundukkan untanya supaya aku bisa ikut menunggang unta
itu bersama beliau, tetapi aku sangat malu dan aku tahu rasa cemburumu.’ Zubair
berkata, “Demi Allah, memikirkanmu menjunjung menjunjung kurma adalah lebih
berat daripada kamu berkendaraan bersama beliau.’
Pada suatu ketika Asma’ merasa Zubair berlaku keras
terhadapnya, lalu Asma’ menemui ayahnya, Abu Bakar Ash-Shidiq r.a dan
mengeluhkan tentangnya. Ayahnya berkata, ‘Putriku, sabarlah. Jika seorang
wanita mempunyai suami yang shaleh dan dia meninggal, lalu wanita itu tidak
menikah setelah itu, mereka akan dipersatukan kembali di surga.’
Asma’ binti Abu Bakar r.a pernah datang mendatangi
Rasulullah SAW dan berkata, ‘Ya Nabi Allah! Tidak ada apa-apa di rumahku
kecuali apa yang dibawakan Zuubair untukku. Salahkah bila aku menginfakkan
sebagian dari yang dibawakannya itu?’ Beliau menjawab, infakkanlah yang kamu
bisa. Jangan menimbun harta, atau Allah akan menahannya darimu.’
Kedermawanannya tidak diragukan lagi. Prinsip hidupnya adalah menyedekahkan apa
yang ada, tanpa menyimpannya. Ia sangat meyakini, bahwa dengan memperbanyak
sedekah akan menambah rezeki dan menyelesaikan masalah.
Peranan Asma’ sebagai Ibu yang merupakan menjadi
teladan bagi anak-anaknya. Sunguh jarang sekali anak yang memuji akan orang
tuanya, terlebih di saat sekarang karena mereka lebih sering menyukai sosok di
luar rumah dan ini merupakan nasehat bagi kaum hawa juga agar bisa meneladani
beliau sehingga anak-anak kita kelak tidak mencari sosok di luar sana untuk
dikagumi.
Dari Abdullah bin Zubair r.a dia berkata : “Tidaklah
kulihat dua orang wanita yang lebih dermawan daripada Aisyah dan
Asma’,”Kedermawanan mereka berbeda. Adapun Aisyah, sesunggihnya dia suka
mengumpulkan sesuatu, hingga setelah terkumpul padanya, dia pun membagikannya.
Sedangkan Asma’, maka dia tidak menyimpan sesuatu untuk besoknya. Asma’ adalah
seorang wanita yang dermawan dan pemurah.
Diriwayatkan bahwa Qutayrah binti Abdul Uzza, yaitu
istri Abu Bakar r.a yang telah diceraikan pada zaman jahiliyah karena masih
kufur mengunjungi putrinya Asma’ binti Abu Bakar r.a. Ia membawa kurma, mentega
cair dan daun mimosa. Tetapi Asma menolak tidak mau menerima pemberiannya itu,
bahkan Asma’ telah melarang ibunya iti memasuki rumahnya. Kemudian Asma’
menemui Aisyah r.a, “Tanyakanlah kepada Rasulullah SAW.” Beliau menjawab,
‘Sebaiknya kamu izinkan ibumu masuk dan menerima pemberiannya.” Kemudian Allah
menurunkan wahyu-Nya,
“Allah tidak melarangmu untuk berbuat baik, dan
berlaku adil terhadap orang-orang yang
tidak memerangimu karena agama dan tidak pula mengusirmu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah
hanya melarangmu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena
agama, dan mengusirmu dari negerimu, dan membantu orang lain dari mengusirmu.
Dan barang siapa yang menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah
orang-orang yang zhalim.” (Al-Mumtahanah: 8-9).
Dzaatun
Nithaaqain : Perempuan Pemilik Dua Ikat Pinggang
Aisyah r.a menceritakan bahwa ketika Rasulullah SAW
mendapat izin untuk hijrah ke Madinah, beliau datang ke rumah Abu Bakar. Di
rumah itu tidak ada siapapun kecuali Abu Bakar, Aisyah dan kakaknya yaitu Asma’
binti Abu Bakar r.a. rasulullah bersabda, “Suruh keluar dariku siapapun yang
ada di rumahmu.” Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, yang ada hanya mereka
berdua, putriku. Cuma itu, ayah dan ibuku sebagai tebusannya.” Maka beliau
bersabda, “Sesungguhnya telah diizinkan untukku keluar dari Makkah dan berhijrah.”
Abu Bakar bertanya, “Apakah aku mnyertaimu?”Rasulullah menjawab singkay.
“Menyertai.” (Ali Muhammad Ash-Shalabi. Sejarah Lengkap Rasulullah. 2014 :432)
Tiada seorang pun
yang mengetahui keberangkatan Rasulullah SAW kecuali Ali bin Abi Thalib
dan Abu Bakar beserta keluarganya.
Dapatkah kita bayangkan pada malam yang gelap dan
sunyi, seorang perempuan yang tengah hamil besar membawa makanan dan menempuh
jalan yang cukup tinggi uktuk mencapai Gua Tsur. Al Mishri menyebutkan bahwa
selama tiga malam, Asma’ mengantarkan bekal untuk Nabi Muhammad Saw dan Abu
Bakar r.a. karena tidak membawa sesuatu untuk mengikat wadah makanan itu, Asma menyatakan bahwa hanya ada
selendang di pinggangnya. Kemudian Abu Bakar menyuruhnya untuk membelah
selendang tersebut menjadi dua. Asma’ pun mengikuti saran ayahnya. Ia
mengikatkan makanan itu dengan selendangnya agar ayahnya dapat mengambilnya.
Kemudian Rasulullah SAW mendo’akan Asma’ , “Semoga Allah menganti selendangmu
dengan dua selendang di surge.” Sejak itu Asma’ dijuluki dzaatun nithaaqain
(perempuan pemilik dua ikat pinggang) (2011:80)
Ibnu Ishaq dalam Al Mishri meriwayatkan, saat itu
Abu Jahal datang ke rumah Abu Bakar r.a bersama para tokoh Quraisy, mereka
menemui Asma’ dan bertanya di mana ayahnya. Ama’ pun menjawab tidak tahu dan
seketika itu Abu Jahal menamparnya dengan keras sehingga antingnya lepas.
Mereka sangat marah karena tidak mendapati Rasulullah SAW dan Abu Bakar r.a.
(2011:81)
Asma’ selain perempuan yang baik dan pemberani namun
beliau adalah wanita yang cerdas. Ketika kakeknya yang sudah buta berkata Abu
Bakar r.a telah menyusahkan mereka karena tidak meninggalkan harta untuk mereka
maka inilah tindakan dari Asma’ seperti pada Al Mishri yang menyebutkan bahwa
Asma’ r.a menuturkan saat Rasulullah keluar dari Mekah, Abu Bakar membawa
seluruh hartanya (Sekitar 5000 atau 6000 Dinar). Kemudian Asma’ mengambil
batu-batu dan meletakannya di lubang angin, dimana ayahnya pernah meletakkan uang
itu. Kemudian dia menutupinya dengan selembar baju. Setelah itu Asma’ memegang
tangannya (Abu Quhafah) dan berkata: Letakkan tangan Anda diatas uang ini.”
Maka kakeknya meletakan tangannya di atasnya dan berkata : “Tidaklah mengapa
jika dia tingngalkan ini bagi kalian, maka dia (berarti) telah berbuat baik.
Ini sudah cukup bagi kalian.”
Asma’ juga ikut dalam Perang Yarmuk seraya
mendampingi suaminya. Kelebihan Asma’ yang sangat menonjol lainnya adalah
bahasa yang fasih, cepat memahami sesuatu dan pandai berpuisi. Adz-Dzahabi
dalam Al Mishri pun menambahkan, Asma’ adalah orang yang terakhir yang
meninggal diantara golongan Muhajirin.” (2011 : 93)
Ketika sampai di Madinah Asma’ pun melahirkan putra
pertamanya yaitu Abdullah dengan selamat baik ibu dan anaknya maka bersoraklah
penduduk Madinah karena hal tersebut telah mematahkan sihir manduk Yahudi yang ditujukan untuk kaum
Muslimin dan diarak-arak bayi Abdullah keliling Madinah.
Pada masa pemerintahan Banu Umayyah, ketika Asma’
telah berusia 100 tahun dan matanya telah menjadi buta, datanglah Abdullah bin
Zubair menemui ibunya Asma’. Abdullah berkata, “Wahai ibuku! Orang-orang telah
mengecewakanku. Aku tidak mempunyai pendukung, kecuali beberapa orang saja.”
Asma’ : “Wahai anakku, engkau tentu lebih tahu
tentang dirimu sendiri. Jika engkau yakin bahwa engkau diatas kebenaran dan
kepada kebenaran engkau menyeru orang, maka teruskanlah! Sahabat-sahabatmu juga
telah terbunuh di atas kebenaran ini. Jangan engkau jadikan batang lehermu
dipermainkan oleh anak-anak Bani Umayyah. Tetapi jika engkau hanya menginginkan
dunia semata, amka seburuk-buruk hamba adalah engaku!” Engkau telah membinasakan
dirimu sendiri, dan engkau telah membinasakan orang-orang yang telah terbunuh
bersama-samamu.
Dan jika engkau berada di atas kebenaran, lalu
sahabat-sahabatmu menghaddapi kesulitan, apakah engkau akan menjadi lemah?! Demi
Allah, ini bukanlah sikap orang-orang yang merdeka dan bukan pula sikap ahli
agama. Berapa lama engkau akan tinggal di dunia ini? Mati adalah lebih baik!”
Mendengar nasehat dan
dorongan dari Asma’ ibunya ini, maka Abdullah bin Zubair merasa tenang dan
bersemangat. Kemudian Abdullah keluar dan bertempur hingga ia mati terbunuh.
Konon, Al-Hajjaj bersumpah untuk tidak menurunkannya dari tiang kayu hingga
ibunya meminta keringanan baginya. Maka tinggallah dia di situ selama satu
tahun. Kemudian ibunya lewat di bawahnya dan berkata : "Tidakkah tiba
waktunya bagi orang ini untuk turun ?"
Diriwayatkan, bahwa
Al-Hajjaj berkata kepada Asma' setelah Abdullah terbunuh :"Bagaimanakah
engkau lihat perbuatanku terhadap puteramu ?" Asma' menjawab :"Engkau
telah merusak dunianya, namun dia telah merusak akhiratmu." Asma' wafat di
Mekkah dalam usia 100 tahun, sedang giginya tetap utuh, tidak ada yang tanggal
dan akalnya masih sempurna. [Mashaadirut Tarjamah : Thabaqaat Ibnu Saad,
Taarikh Thabari, Al-Ishaabah dan Siirah Ibnu Hisyam]. Penulis buku, Musthafa
Luthfi Al-Manfaluthi mencatat dialog yang terjadi antara Asma' dengan Abdullah,
dalam sebuah kasidah yang dianggap sebuah karya seni yang indah.
Referensi :
“An-Nisaa’ Haula Ar-Rasull”
(diterjemahkan menjadi “Tokoh-tokoh wanita di Sekitar Rasulullah SAW”) yang
disusun oleh Muhammad Ibrahim Salim. Diketik oleh Hanies Ambarsari.
Oleh Nunu Karlina S.pd.
Asisten Peneliti CGS dan Alumnus Akademi Siroh