Rabu, 11 November 2015

☆☆☆ KISAH SEBIJI KURMA ☆☆☆

Print Friendly and PDF
Usai menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham rahimahullah berniat ziarah ke Masjid Al Aqsa. Untuk bekal diperjalanan, ia membeli 1 kg kurma dari pedagang tua di dekat Masjidil Haram. Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak didekat timbangan. Menyangka kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim memungut dan memakannya. Setelah itu ia langsung berangkat menuju Al Aqsa. Empat Bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa. Seperti biasa, ia suka memilih sebuah tempat beribadah pada sebuah ruangan dibawah Kubah Sakhra. Ia shalat dan berdoa khusuk sekali. Tiba tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya.
 "Itu, Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara yang doanya selalu dikabulkan Allah SWT", kata malaikat yang satu.
"Tetapi sekarang tidak lagi. Doanya ditolak karena empat bulan yang lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat Masjidil Haram.", jawab malaikat yang satu lagi.
Ibrahim bin Adham terkejut sekali, ia terhenyak, jadi selama empat bulan ini ibadahnya, shalatnya, doanya dan mungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh Allah SWT gara-gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya.
Astaghfirullahal adzhim,” Ibrahim beristighfar.
Ia langsung berkemas untuk berangkat lagi ke Mekkah menemui pedagang tua penjual kurma, untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya.  Begitu sampai di Mekkah ia langsung menuju tempat penjual kurma itu, tetapi ia tidak menemukan pedagang tua itu melainkan seorang anak muda.
Empat bulan yang lalu saya membeli kurma disini dari seorang pedagang tua. kemana ia sekarang ?” tanya Ibrahim.
Sudah meninggal sebulan yang lalu, saya sekarang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma” jawab anak muda itu.
 Innalillahi wa innailaihi roji’un, kalau begitu kepada siapa saya meminta penghalalan?
 Lantas Ibrahim menceritakan peristiwa yang dialaminya, anak muda itu mendengarkan penuh minat.
Nah, begitulah” kata Ibrahim setelah bercerita, “Engkau sebagai ahli waris orangtua itu, maukah engkau menghalalkan sebutir kurma milik ayahmu yang terlanjur kumakan tanpa izinnya?”
 "Bagi saya tidak masalah. Insya Allah saya halalkan. Tapi entah dengan saudara-saudara saya yang jumlahnya 11 orang. Saya tidak berani mengatasnamakan mereka karena mereka mempunyai hak waris sama dengan saya." kata pemuda tersebut.
 Ibrahim bertanya, “Dimana alamat saudara-saudaramu?  Biar saya temui mereka satu persatu.”
Setelah menerima alamat, Ibrahim bin Adham pergi menemui saudara-saudaranya yang lain biar berjauhan, akhirnya selesai juga. Semua setuju menghalakan sebutir kurma milik ayah mereka yang termakan oleh Ibrahim.
 Empat bulan kemudian, Ibrahim bin adham sudah berada dibawah Kubah Sakhra. Tiba-tiba ia mendengar dua malaikat yang dulu terdengar lagi bercakap cakap.
 Itulah Ibrahim bin Adham yang doanya tertolak gara gara makan sebutir kurma milik orang lain.”
 Oh, tidak.., sekarang doanya sudah makbul lagi, ia telah mendapat penghalalan dari ahli waris pemilik kurma itu. Diri dan jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali dari kotoran sebutir kurma yang haram karena masih milik orang lain. Sekarang ia sudah bebas.
Subhanallah…


(Sumber: Adakah Allah Selalu di Hatimu, Ust. Miftah Farid)
Repost By :
  AHQ & IHQ
  Cinta Keluarga Qur'ani

🌾🍁One Day One Juz🍁🌾

Senin, 09 November 2015

Pemuda Berbau Kesturi

Print Friendly and PDF
Lagi-lagi nch tau kisah menarik dari Kisah teladan Ustadzah Oki yang Subhanallah…Masya allah bagusnya kisah tersebut. Pemuda Berbau Kesturi…
Kesturi merupakan salah satu minyak wangi yang paling harum bahkan parfum kesukaan Rasulullah SAW. Jika ada pemuda yang wanginya kesturi berarti udah pasti penuda axe kalah wangi dengannya. Hehehe… Tapi emang kesturi enak sih wanginya karena aku juga pake untuk campuran celak itsmid karena bisa buat jernihin putih mata. Nah berikut Kistelnya….

Ada seorang pemuda (Al-Miski) yang perkerjaannya menjual kain. Setiap hari dia memikul kain-kain dagangannya dan berkeliling dari rumah ke rumah. Kain dagangan pemuda ini dikenal dengan nama “Faraqna” oleh orang-orang. Walaupun pekerjaannya sebagai pedagang, tetapi pemuda ini sa-ngat tampan dan bertubuh tegap, setiap orang yang melihat pasti menyenanginya.
Pada suatu hari, saat dia berkeliling melewati jalan-jalan besar, gang-gang kecil dan rumah-rumah penduduk sambil berteriak menawarkan dagangannya: “faraqna-faraqna”, tiba-tiba ada seorang wanita yang melihatnya. Si wanita itu memanggil dan dia pun menghampirinya. Dia dipersila-kan masuk ke dalam rumah. Di sini si wanita terpesona melihat ketampanannya dan tumbuhlah rasa cinta yang begitu besar dalam hatinya. Lalu si wanita ini berkata: “Aku memanggilmu tidak untuk membeli daganganmu., tetapi aku memanggilmu karena kecintaanku kepadamu. Dan di rumah ini sekarang sedang kosong.” Selanjutnya, si wanita ini membujuk dan merayunya agar mau berbuat ‘sesuatu’ dengan dirinya. Pemuda itu menolak, bahkan dia mengingatkan si wanita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menakut-nakutinya dengan azab yang pedih di sisiNya. Tetapi sayang, nasihat itu tidak membuahkan hasil apa-apa, bahkan sebaliknya, si wanita menjadi tambah ber-hasrat. Dan memang biasa, orang itu senang dan penasaran dengan hal-hal yang dilarang…
Akhirnya, karena si pemuda ini tidak mau melakukan yang haram, si wanita malah mengancam, katanya: “Bila engkau tidak mau menuruti perintahku, aku akan berteriak kepada semua orang dan aku akan katakan kepada mereka, bahwa engkau telah masuk ke dalam rumahku dan ingin merenggut kesucianku. Dan mereka akan mempercayaiku karena engkau telah berada dalam rumahku, dan sama sekali mereka tidak akan mencurigaiku.” Setelah si pemuda itu melihat betapa si wanita itu terlalu memaksanya untuk mengikuti keinginannya berbuat dosa, akhirnya dia berkata: “Baiklah, tapi apakah engkau mengizinkan aku untuk ke kamar mandi agar bisa membersihkan diri dulu?” Betapa gembiranya si wanita mendengar jawaban ini, dia mengira bahwa keinginannya sebentar lagi akan terpenuhi. Dengan penuh semangat dia menjawab: “Bagaimana tidak wahai kekasih dan buah hatiku, ini adalah sebuah ide yang bagus.”
Kemudian masuklah si pemuda ke kamar mandi, sementara tubuhnya gemetar karena takut dirinya terjerumus dalam kubangan maksiat. Sebab, wanita itu adalah perangkap syaitan dan tidak ada seorang laki-laki yang menyendiri bersama seorang wanita kecuali syaitan akan menjadi pihak ketiga. “Ya Allah, apa yang harus aku perbuat. Berilah aku petunjukMu, wahai Dzat yang dapat memberi petunjuk bagi orang-orang yang kebingungan.”
Tiba-tiba, timbullah ide dalam benaknya. “Aku tahu benar, bahwa termasuk salah satu kelompok yang akan dinaungi oleh Allah dalam naunganNya pada hari yang tidak ada naungan saat itu kecuali naunganNya adalah seorang laki-laki yang diajak berbuat mesum oleh wanita yang mempunyai kedudukan tinggi dan wajah yang cantik, kemudian dia berkata: ‘Aku takut kepada Allah.’ Dan aku yakin bahwa orang yang meninggalkan sesuatu karena takut kepadaNya, pasti akan mendapat ganti yang lebih baik… dan seringkali satu keinginan syahwat itu akan melahirkan penyesalan seumur hidup… Apa yang akan aku dapatkan dari perbuatan maksiat ini selain Allah akan mengangkat cahaya dan nikmatnya iman dari hatiku… Tidak… tidak … Aku tidak akan mengerjakan perbuatan yang haram… Tetapi, apa yang harus aku kerjakan. Apakah aku harus melemparkan diri dari jendela ini? Tidak bisa, jendela itu tertutup rapat dan sulit dibuka. Kalau begitu, aku akan mengolesi tubuhku dengan kotoran-kotoran yang ada di WC ini, dengan harapan, bila nanti dia melihatku dalam keadaan begini, dia akan jijik dan akan membiarkanku pergi.”
Ternyata memang benar, ide yang terakhir ini yang dia jalankan. Dia mulai mengolesi tubuhnya dengan kotoran-kotoran yang ada di situ. Memang menjijikkan. Setelah itu dia menangis dan berkata: “Ya Rabbi, hai Tuhanku, perasaan takutku kepadaMu itulah yang mendorongku melakukan hal ini. Oleh karena itu, karuniakan untukku ‘kebaikan’ sebagai gantinya.” Kemudian dia keluar dari kamar mandi, tatkala melihatnya dalam keadaan demikian, si wanita itu berteriak: “Keluar kau, hai orang gila!” Dia pun cepat-cepat keluar dengan perasaan takut diketahui orang-orang, jika mereka tahu, pasti akan berkomentar macam-macam tentang dirinya. Dia mengambil barang-barang dagangannya kemudian pergi berlalu, sementara orang-orang yang di jalan tertawa melihatnya. Akhirnya dia tiba di rumahnya, di situ dia bernafas lega. Lalu menanggalkan pakaiannya, masuk kamar mandi dan mandi membersihkan tubuhnya dengan sebersih-bersihnya.
Kemudian apa yang terjadi? Adakah Allah akan membiarkan hamba dan waliNya begitu saja? Tidak… Ternyata, ketika dia keluar dari kamar mandi, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan untuknya sebuah karunia yang besar, yang tetap melekat di tubuhnya sampai dia meninggal dunia, bahkan sampai setelah dia meninggal. Allah telah memberikan untuknya aroma yang harum semerbak yang tercium dari tubuhnya. Semua orang dapat mencium aroma tersebut dari jarak beberapa meter. Sampai akhirnya dia mendapat julukan “al-miski” (yang harum seperti kasturi). Subhanallah, memang benar, Allah telah memberikan untuknya sebagai ganti dari bau kotoran yang dapat hilang dalam sekejap dengan aroma wangi yang dapat tercium sepanjang masa. Ketika pemuda ini meninggal dan dikuburkan, mereka tulis di atas kuburannya “Ini kuburan Al-Misky”, dan banyak orang yang menziarahinya.
Demikianlah, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan membiarkan hambaNya yang shalih begitu saja, tapi Allah Subhanahu wa Ta’ala akan selalu membelanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa membela orang-orang yang beriman, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam hadits QudsiNya:
“Bila dia (hamba) memohon kepadaKu, pasti akan Aku beri. Mana orang-orang yang ingin memohon?!”

“Setiap sesuatu yang engkau tinggalkan, pasti ada ganti-nya. Begitu pula larangan yang datang dari Allah, bila engkau tinggalkan, akan ada ganjaran sebagai pengganti-nya.”

Reference :

Mush’ab bin Umayr

Print Friendly and PDF
Pertama kali tau dan mengenal sosok Mush'ab bin Umayr dari Kisah Teladan Ustadzah Oki. Karena durasi jadi hanyalah berapa menit saja beliau bercerita sehingga aku hanya mencatat nama tokohnya saja "mush'ab bin Umayr' dan tinggal googling....hehehe
Alhamdulillah di Kajian Online grup Ibunda Hafidz Qur'an (IHQ) kemarin menceritakan kisah ini dan tnpa pikit panjang aku langsung izin untuk ngeshare diblog karena kisahnya lebih lengkap ^ _ *
Berikut kisahnya....(jangan lupa sedia tisu coz ending sad,huhuhu T _ T dan semoga kita juga dapat meneladaninya)

Di zaman Nabi ﷺ, ada seorang pemuda yang kaya, berpenampilan rupawan, dan hidup dipenuhi dengan kenikmatan dunia. Ia dikenal sebagai seorang pemuda yang berpenampilan mempesona, rambutnya yang panjang dan tertata dengan rapi, pakaiannya yang mewah dan berkelas serta aroma tubuhnya yang konon masih tercium harumnya walau ia sudah pergi dari tempat tersebut. Tak heran jika banyak gadis-gadis Mekkah yang berangan-angan ingin dekat dan memilikinya.
Mush'ab bin 'Umayr adalah sesosok pemuda yang istimewa di zamannya, yang mengumpulkan banyak kebaikan di dalam dirinya, pemuda yang tampan, cerdas dan kaya raya. Bahkan kekaguman ini bukan hanya diungkapkan oleh lawan jenisnya saja, adalah Al Barra bin Azib ketika pertama kali melihat Mush’ab bin Umair tiba di Madinah, ia berkata,

رَجُلٌ لَمْ أَرَ مِثْلَهُ كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ الجَنَّةِ

“Seorang laki-laki, yang aku belum pernah melihat orang semisal dirinya. Seolah-olah dia adalah laki-laki dari kalangan penduduk surga”
Mush’ab bin Umayr dilahirkan di masa jahiliyah, empat belas tahun (atau lebih sedikit) setelah kelahiran Nabi ﷺ. Nabi Muhammad ﷺ dilahirkan pada tahun 571 M, sehingga Mush’ab bin Umayr dilahirkan pada tahun 585 M.

Ia merupakan pemuda kaya keturunan Quraisy, nama lengkapnya adalah Mush’ab bin Umayr bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin Kilab Al Abdari Al Qurasyi.
Dalam kitab Asadul Ghabah, Imam Ibnul Atsir mengatakan, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang sangat kaya. Sandal Mush’ab adalah sandal Al Hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik, dan dia adalah orang Mekah yang paling harum sehingga semerbak aroma parfumnya meninggalkan jejak di jalan yang ia lewati.” (Al Jabiri, 2014: 19).
RasuluLlah ﷺ bersabda,

مَا رَأَيْتُ بِمَكَّةَ أَحَدًا أَحْسَنَ لِمَّةً ، وَلا أَرَقَّ حُلَّةً ، وَلا أَنْعَمَ نِعْمَةً مِنْ مُصْعَبِ بْنِ عُمَيْرٍ

“Aku tidak pernah melihat seorang pun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya, dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umayr.” (HR. Hakim).

Ibunya sangat memanjakannya, sampai-sampai saat ia tidur dihidangkan bejana makanan di dekatnya. Ketika ia terbangun dari tidur, maka hidangan makanan sudah ada di hadapannya.

Demikianlah keadaan Mush’ab bin Umayr, seorang pemuda kaya yang mendapatkan banyak kenikmatan dunia. Kasih sayang ibunya, membuatnya tidak pernah merasakan kesulitan hidup dan kekurangan nikmat.
Mush’ab bin Umayr yang hidup di lingkungan jahiliyah; penyembah berhala, pecandu khamr, penggemar pesta dan nyanyian, Allah beri cahaya di hatinya, sehingga ia mampu membedakan manakah agama yang lurus dan mana agama yang menyimpang. Manakah ajaran seorang Nabi dan mana yang hanya warisan nenek moyang semata. Dengan sendirinya ia bertekad dan menguatkan hati untuk memeluk Islam.

Kisah Islamnya Mush'ab bin Umayr

Orang-orang pertama yang menyambut dakwah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ adalah istri beliau Khadijah, sepupu beliau Ali bin Abi Thalib, dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah radhiyaLlahu ‘anhum. Kemudian diikuti oleh beberapa orang yang lain. 

Ketika intimidasi terhadap dakwah Islam yang baru saja muncul itu kian menguat, RasuluLlah ﷺ berdakwah secara sembunyi-sembunyi di rumah Al Arqam bin Abi Arqam radhiyaLlahu ‘anhu. Sebuah rumah yang berada di bukit Shafa, jauh dari pengawasan orang-orang kafir Quraisy.
Ia mendatangi Nabi ﷺ di rumah Al Arqam dan menyatakan keimanannya. Kemudian Mush’ab menyembunyikan keislamannya sebagaimana sahabat yang lain, untuk menghindari intimidasi kafir Quraisy. Dalam keadaan sulit tersebut, ia tetap terus menghadiri majelis RasuluLlah untuk menambah pengetahuannya tentang agama yang baru ia peluk. Hingga akhirnya ia menjadi salah seorang sahabat yang paling dalam ilmunya. Sampai akhirnya kemudian RasuluLlah ﷺ mengutusnya ke Madinah untuk berdakwah di sana.

Dunia Dijualnya Demi Akhirat

Suatu hari Utsman bin Thalhah melihat Mush’ab bin Umayr sedang beribadah kepada Allah Ta’ala, maka ia pun melaporkan apa yang ia lihat kepada ibunda Mush’ab. Saat itulah periode sulit dalam kehidupan pemuda yang terbiasa dengan kenikmatan ini dimulai. Mengetahui putra kesayangannya meninggalkan agama nenek moyang, ibu Mush’ab kecewa bukan kepalang. Ibunya mengancam bahwa ia tidak akan makan dan minum serta terus beridiri tanpa naungan, baik di siang yang terik atau di malam yang dingin, sampai Mush’ab meninggalkan agamanya.
Saudara Mush’ab, Abu Aziz bin Umayr, tidak tega mendengar apa yang akan dilakukan sang ibu, lalu ia berujar, “Wahai ibu, biarkanlah ia. Sesungguhnya ia adalah seseorang yang terbiasa dengan kenikmatan. Kalau ia dibiarkan dalam keadaan lapar, pasti dia akan meninggalkan agamanya”. 
Mush’ab pun ditangkap oleh keluarganya dan dikurung di tempat mereka. Hari demi hari, siksaan yang dialami Mush’ab kian bertambah. Tidak hanya diisolasi dari pergaulannya, Mush’ab juga mendapat siksaan secara fisik. Ibunya yang dulu sangat menyayanginya, kini tega melakukan penyiksaan terhadapnya. 
Warna kulitnya berubah karena luka-luka siksa yang menderanya. Tubuhnya yang dulu berisi, mulai terlihat mengurus. Berubahlah kehidupan pemuda kaya raya itu. Tidak ada lagi fasilitas kelas satu yang ia nikmati. Pakaian, makanan, dan minumannya semuanya berubah. Zubair bin Awwam mengatakan, “Suatu ketika RasuluLlah ﷺ sedang duduk dengan para sahabatnya di Masjid Quba, lalu muncullah Mush’ab bin Umayr dengan kain burdah yang tidak menutupi tubuhnya secara utuh. Orang-orang pun menunduk sedih dan menangis. Lalu ia mendekat dan mengucapkan salam. Mereka menjawab salamnya. 
Lalu Nabi ﷺ memuji dan mengatakan hal yang baik-baik tentangnya. Dan beliau bersabda,

 “Sungguh aku melihat Mush’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakan dia dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda-pemuda Quraisy yang semisal dengan dirinya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…” (HR. Hakim No. 6640).

Saad bin Abi Waqqash radhiayaLlahu ‘anhu berkata, “Dahulu saat bersama orang tuanya, Mush’ab bin Umayr adalah pemuda Mekah yang paling harum. Ketika ia mengalami apa yang kami alami (intimidasi), keadaannya pun berubah. Kulihat kulitnya pecah-pecah mengelupas dan ia merasa tertatih-tatih karena hal itu sampai-sampai tidak mampu berjalan. Kami ulurkan busur-busur kami, lalu kami papah dia.” (Siyar Salafus Shaleholeh Ismail Muhammad Ashbahani, Hal: 659).

Demikianlah perubahan keadaan Mush’ab ketika ia memeluk Islam. Ia mengalami penderitaan secara materi. Kenikmatan-kenikmatan materi yang biasa ia rasakan tidak lagi ia rasakan ketika memeluk Islam. Bahkan sampai ia tidak mendapatkan pakaian yang layak untuk dirinya. Ia juga mengalami penyiksaan secara fisik sehingga kulit-kulitnya mengelupas dan tubuhnya menderita. Penderitaan yang ia alami juga ditambah lagi dengan siksaan perasaan ketika ia melihat ibunya yang sangat ia cintai memotong rambutnya, tidak makan dan minum, kemudian berjemur di tengah teriknya matahari agar sang anak keluar dari agamanya. Semua yang ia alami tidak membuatnya goyah. Ia tetap teguh dengan keimanannya. Di sana ia mengajarkan dan mendakwahkan Islam kepada penduduk negeri tersebut, termasuk tokoh utama di Madinah semisal Sa'ad bin Muadz.

Dalam waktu yang singkat, sebagian besar penduduk Madinah pun memeluk agama Allah ini. Hal ini menunjukkan –setelah taufik dari Allah- akan kedalaman ilmu Mush’ab bin Umayr dan pemahamanannya yang bagus terhadap Al Quran dan sunnah, baiknya cara penyampaiannya dan kecerdasannya dalam berargumentasi, serta jiwanya yang tenang dan tidak terburu-buru.

Peranan Mush’ab Dalam Islam

Mush’ab bin Umayr adalah salah seorang sahabat nabi yang utama. Ia memiliki ilmu yang mendalam dan kecerdasan sehingga Nabi ﷺ mengutusnya untuk mendakwahi penduduk Yatsrib, Madinah. Saat datang di Madinah, Mush’ab tinggal di tempat As’ad bin Zurarah.
Hal tersebut sangat terlihat ketika Mush’ab berhadap dengan Sa'ad bin Muadz. Setelah berhasil mengislamkan Usaid bin Hudair, Mush’ab berangkat menuju Sa'ad bin Muadz. 

Mush’ab berkata kepada Saad, “Bagaimana kiranya kalau Anda duduk dan mendengar (apa yang hendak aku sampaikan)? Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”. 
Sa'ad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih bijak dan adil”.
Mush’ab pun menjelaskan kepada Sa'ad apa itu Islam, lalu membacakannya Al Quran. Sa'ad memiliki kesan yang mendalam terhadap Mush’ab bin Umayr radhiyaLlahu ‘anhu dan apa yang ia ucapkan. Kata Saad, “Demi Allah, dari wajahnya, sungguh kami telah mengetahui kemuliaan Islam sebelum ia berbicara tentang Islam, tentang kemuliaan dan kemudahannya”.
Kemudian Sa'ad berkata, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk Islam?” 
“Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkan dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Jawab Mush’ab. 
Sa'ad pun melakukan apa yang diperintahkan Mush’ab. Setelah itu, Sa'ad berdiri dan berkata kepada kaumnya, “Wahai Bani Abdu Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian?” 
Mereka menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya, dan paling lurus tabiatnya”.
Lalu Sa'ad mengucapkan kalimat yang luar biasa, yang menunjukkan begitu besarnya wibawanya di sisi kaumnya dan begitu kuatnya pengaruhnya bagi mereka, Saad berkata, “Haram bagi laki-laki dan perempuan di antara kalian berbicara kepadaku sampai ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya!”
Tidak sampai sore hari seluruh kaumnya pun beriman kecuali Ushairim. Karena taufik dari Allah kemudian buah dakwah Mush’ab Madinah pun menjadi tempat pilihan Nabi ﷺ dan para sahabatnya hijrah.  Dan kemudian kota itu dikenal dengan Kota Nabi Muhammad (Madinah An Nabawiyah).

Muhammad bin Syurahbil mengisahkan akhir hayat sahabat yang mulia ini. Ia berkata, Mush’ab bin Umayr radhiyaLlahu ‘anhu membawa bendera perang di medan Uhud. Lalu datang penunggang kuda dari pasukan musyrik yang bernama Ibnu Qumai-ah Al Laitsi (yang mengira bahwa Mush’ab adalah RasuluLlah), lalu ia menebas tangan kanan Mush’ab dan terputuslah tangan kanannya.
Lalu Mush’ab membaca ayat,

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.” (QS. Ali Imran : 144).

Kemudian anak panah merobohkannya dan terjatuhlah bendera tersebut.  Setelah Mush’ab gugur, RasuluLlah menyerahkan bendera pasukan kepada Ali bin Abi Thalib (Siroh Ibnu Ishaq, Hal. 329) Lalu Ibnu Qumai-ah kembali ke pasukan kafir Quraisy, ia berkata, “Aku telah membunuh Muhammad”.
Setelah perang usai, RasuluLlah ﷺ memeriksa sahabat-sahabatnya yang gugur. 
Abu Hurairah mengisahkan, “Setelah Perang Uhud usai, RasuluLlah ﷺ mencari sahabat-sahabatnya yang gugur. Saat melihat jasad Mush’ab bin Umayr yang syahid dengan keadaan yang menyedihkan, beliau berhenti, lalu mendoakan kebaikan untuknya. Kemudian beliau membaca ayat,

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَىٰ نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).” (QS. Al-Ahzab : 23)

Kemudian beliau mempersaksikan bahwa sahabat-sahabatnya yang gugur adalah syuhada di sisi Allah. Setelah itu, beliau berkata kepada jasad Mush’ab, “Sungguh aku melihatmu ketika di Mekah, tidak ada seorang pun yang lebih baik pakaiannya dan rapi penampilannya daripada engkau. Dan sekarang rambutmu kusut dan (pakaianmu) kain burdah.”
Mush’ab wafat setelah 32 bulan hijrahnya Nabi ke Madinah. Saat itu usianya 40 tahun.

Para Sahabat Mengenang Mush’ab bin Umayr

Di masa kemudian, setelah umat Islam jaya, Abdurrahman bin 'Auf radhiyaLlahu ‘anhu.yang sedang dihidangkan makanan mengenang Mush’ab bin Umayr. Ia berkata, “Mush’ab bin Umayr telah wafat terbunuh, dan dia lebih baik dariku. Tidak ada kain yang menutupi jasadnya kecuali sehelai burdah”. (HR. Bukhari no. 1273).
Tak sehelai pun kain untuk kafan yang menutupi jasadnya kecuali sehelai burdah, yang sendainya ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua kakinya. Sebaliknya, bila ditutupkan ke kakinya, terbukalah kepalanya. 
Sehingga RasuluLlah bersabda, “Tutupkanlah kebagian kepalanya, dan kakinya tutupilah dengan rumput idkhir.”
Abdurrahman bin Auf pun menangis dan tidak sanggup menyantap makanan yang dihidangkan.
Khabab berkata mengenang Mush’ab, “Ia terbunuh di Perang Uhud. Ia hanya meninggalkan pakaian wool bergaris-garis (untuk kafannya). Kalau kami tutupkan kain itu di kepalanya, maka kakinya terbuka. Jika kami tarik ke kakinya, maka kepalanya terbuka. RasuluLlah pun memerintahkan kami agar menarik kain ke arah kepalanya dan menutupi kakinya dengan rumput idkhir…” (HR. Bukhari no. 3897)
Subhanallah...masya allah...luar biasanya Mush'ab biin Umayr, semoga bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua. T _ T 

Reference :
AHQ & IHQ

Minggu, 08 November 2015

UKASYAH

Print Friendly and PDF

Entah berapa kali cerita ini diulang-ulang oleh Ustadzah Oki Setiana Dewi dan aku juga pertama kali tau dari beliau yang akhhirnya jadi pengen ngeshare juga meski copas dari kisah inspiratif islami grup IHQ. Hehehe

🌻Kisah ini terjadi pada diri Rasulullah SAW sebelum meninggal🌻

💕 Rasulullah SAW telah jatuh sakit agak lama, sehingga kondisi beliau sangat lemah.
Pada suatu hari Rasulullah SAW meminta Bilal memanggil semua sahabat datang ke Masjid. Tidak lama kemudian, penuhlah masjid dengan para sahabat.  Semuanya merasa rindu setelah agak lama tidak mendapat taushiyah dari Rasulullah SAW. Beliau duduk dengan lemah di atas mimbar.
💕 Wajahnya terlihat pucat, menahan sakit yang tengah dideritanya.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Wahai sahabatku  semua. Aku ingin bertanya, apakah telah aku sampaikan semua kepadamu, bahwa sesungguhnya Allah SWT itu adalah satu-satunya Tuhan yang layak di sembah?"
💕 Semua sahabat menjawab dengan suara bersemangat, " Benar wahai Rasulullah, Engkau telah sampaikan kepada kami bahwa sesungguhnya Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan yang layak disembah."
💕 Kemudian Rasulullah SAW bersabda : "Persaksikanlah Ya Allah. Sesungguhnya aku telah menyampaikan amanah ini kepada mereka."
💕 Kemudian Rasulullah bersabda lagi, dan setiap apa yang Rasulullah sabdakan selalu dibenarkan oleh para sahabat.
💕 Akhirnya sampailah kepada satu pertanyaan yang menjadikan para sahabat sedih dan terharu.

Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya, aku akan pergi menemui Allah. Dan sebelum aku pergi, aku ingin menyelesaikan segala urusan dengan manusia. Maka aku ingin bertanya kepada kalian semua.  Adakah aku berhutang kepada kalian?  Aku ingin menyelesaikan hutang tersebut. Karena aku tidak mau bertemu dengan Allah dalam keadaan berhutang dengan manusia."
💕 Ketika itu semua sahabat diam, dan dalam hati masing-masing berkata :  "Mana ada Rasullullah SAW berhutang kepada kita? Kamilah yang banyak berhutang kepada Rasulullah".
💕 Rasulullah SAW mengulangi pertanyaan itu sebanyak 3 kali. Tiba-tiba bangun seorang lelaki yang bernama UKASYAH, seorang sahabat mantan preman sebelun masuk Islam, dia berkata:
"Ya Rasulullah! Aku ingin sampaikan masalah ini.  Seandainya ini dianggap hutang, maka aku minta engkau selesaikan. Seandainya bukan hutang, maka tidak perlulah engkau berbuat apa-apa".
💕 Rasulullah SAW berkata: "Sampaikanlah wahai Ukasyah".
Maka Ukasyah pun mulai bercerita: "Aku masih ingat ketika perang Uhud dulu, satu ketika engkau menunggang kuda, lalu engkau pukulkan cambuk ke belakang kuda. Tetapi cambuk tersebut tidak kena pada belakang kuda, tapi justru terkena pada dadaku, karena ketika itu aku berdiri di belakang kuda yang engkau tunggangi wahai Rasulullah".
💕 Mendengar itu, Rasulullah SAW berkata: "Sesungguhnya itu adalah hutang wahai Ukasyah. Kalau dulu aku pukul engkau, maka hari ini aku akan terima hal yang sama."
Dengan suara yang agak tinggi, Ukasyah berkata: "Kalau begitu aku ingin segera melakukannya wahai Rasulullah."
💕 Ukasyah seakan-akan tidak merasa bersalah mengatakan demikian. Sedangkan ketika itu sebagian sahabat berteriak marah pada Ukasyah. "Sungguh engkau tidak berperasaan Ukasyah. bukankah Baginda sedang sakit..!?"
Ukasyah tidak menghiraukan semua itu.
💕 Rasulullah SAW meminta Bilal mengambil cambuk di rumah anaknya Fatimah. Bilal meminta cambuk itu dari Fatimah, kemudian Fatimah bertanya: "Untuk apa Rasulullah meminta cambuk ini wahai Bilal?"
Bilal menjawab dengan nada sedih: "Cambuk ini akan digunakan Ukasyah untuk memukul Rasulullah"
Terperanjat dan menangis Fatimah seraya berkata:  "Kenapa Ukasyah hendak memukul ayahku Rasulullah? Ayahku sedang sakit, kalau mau memukul, pukullah aku anaknya".
Bilal menjawab: "Sesungguhnya ini adalah urusan antara mereka berdua".
💕 Bilal membawa cambuk tersebut ke Masjid lalu diberikan kpd Ukasyah. Setelah mengambil cambuk, Ukasyah menuju ke hadapan Rasulullah.
Tiba-tiba Abu bakar berdiri menghalangi Ukasyah sambil berkata: "Ukasyah..! kalau kamu hendak memukul, pukullah aku. Aku orang yang pertama beriman dengan apa yang Rasulullah SAW sampaikan. Akulah sahabatnya di kala suka dan duka. Kalau engkau hendak memukul, maka pukullah aku".
Rasulullah SAW berkata: "Duduklah wahai Abu Bakar. Ini urusan antara aku dengan Ukasyah".
💕Ukasyah menuju kehadapan Rasulullah. Kemudian Umar berdiri menghalangi Ukasyah sambil berkata: "Ukasyah..! kalau engkau mau memukul, pukullah aku. Dulu memang aku tidak suka mendengar nama Muhammad, bahkan aku pernah berniat untuk menyakitinya, itu dulu. Sekarang tidak boleh ada seorangpun yang boleh menyakiti Rasulullah. Kalau engkau berani menyakiti Rasulullah, maka langkahi dulu mayatku..!."
Lalu dijawab oleh Rasulullah SAW: "Duduklah wahai Umar. Ini urusan antara aku dengan Ukasyah".
💕 Ukasyah menuju kehadapan Rasulullah, tiba-tiba berdiri Ali bin Abu Talib sepupu sekaligus menantu Rasulullah SAW. Dia menghalangi Ukasyah sambil berkata: "Ukasyah, pukullah aku saja. Darah yang sama mengalir pada tubuhku ini wahai Ukasyah"
Lalu dijawab oleh Rasulullah SAW: "Duduklah wahai Ali, ini urusan antara aku dengan Ukasyah" .
Ukasyah semakin dekat dengan Rasulullah.
💕 Tiba-tiba tanpa disangka, bangkitlah kedua cucu kesayangan Rasulullah SAW, yaitu Hasan dan Husen. Mereka berdua memegangi tangan Ukasyah sambil memohon : "Wahai Paman, pukullah kami Paman. Kakek kami sedang sakit, pukullah kami saja wahai Paman. Sesungguhnya kami ini cucu kesayangan Rasulullah, dengan memukul kami sesungguhnya itu sama dengan menyakiti kakek kami, wahai Paman."
Lalu Rasulullah SAW berkata: "Wahai cucu-cucu kesayanganku duduklah kalian. Ini urusan Kakek dengan Paman Ukasyah".
💕 Begitu sampai di tangga mimbar, dengan lantang Ukasyah berkata: "Bagaimana aku mau memukul engkau Ya Rasulullah. Engkau duduk di atas dan aku di bawah. Kalau engkau mau aku pukul, maka turunlah ke bawah sini."
💕 Rasulullah SAW memang manusia terbaik. Kekasih Allah itu meminta beberapa sahabat memapahnya ke bawah.
Rasulullah didudukkan pada sebuah kursi, lalu dengan suara tegas Ukasyah berkata lagi: "Dulu waktu engkau memukul aku, aku tidak memakai baju, Ya Rasulullah"
💕 Para sahabat sangat geram mendengar perkataan Ukasyah. Tanpa berlama-lama dalam keadaan lemah, Rasulullah membuka bajunya. Kemudian terlihatlah tubuh Rasulullah yang sangat indah, sedang beberapa batu terikat di perut Rasulullah pertanda Rasulullah sedang menahan lapar.
Kemudian Rasulullah SAW berkata: "Wahai Ukasyah, segeralah dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Nanti Allah akan murka padamu."

💕 Ukasyah langsung menghambur menuju Rasulullah SAW, cambuk di tangannya ia buang jauh-jauh kemudian ia peluk tubuh Rasulullah SAW seerat-eratnya. Sambil menangis sejadi-jadinya
Ukasyah berkata: "Ya Rasulullah, ampuni aku, maafkan aku, mana ada manusia yang sanggup menyakiti engkau Ya Rasulullah."
"Sengaja aku melakukannya agar aku dapat merapatkan tubuhku dengan tubuhmu. Seumur hidupku aku bercita-cita dapat memelukmu. Karena sesungguhnya aku tahu bahwa tubuhmu tidak akan dimakan oleh api neraka. Dan sungguh aku takut dengan api neraka. Maafkan aku Ya Rasulullah..."

💕 Rasulullah SAW dengan senyum berkata: "Wahai sahabat-sahabat semua, kalau kalian ingin melihat ahli Surga, maka lihatlah Ukasyah..!"
Semua sahabat meneteskan air mata. Kemudian para sahabat bergantian memeluk Rasulullah SAW.

Meski sudah sering membaca dan mendengar kisah ini berulang-ulang, tetap saja aku menangis.
Semoga tetesan air mata ini membuktikan kecintaan kita kepada kekasih Allah SWT....

💕🌹Allahumma sholli 'alaa Muhammad. Allahumma sholli 'alayhi Wassalam

Sabtu, 07 November 2015

Bakti Seorang Anak Kepada Ibunya

Print Friendly and PDF
Salah seorang dokter bercerita tentang kisah sangat menyentuh yang pernah dialaminya. Hingga aku tidak dapat menahan diri saat mendengarnya. Aku pun menangis karena tersentuh kisah tersebut. Dokter itu memulai ceritanya dengan mengatakan :
“Suatu hari, masuklah seorang wanita lanjut usia ke ruang praktek saya di sebuah Rumah Sakit. Wanita itu ditemani seorang pemuda yang usianya sekitar 30 tahun. Saya perhatikan pemuda itu memberikan perhatian yang lebih kepada wanita tersebut dengan memegang tangannya memperbaiki pakaiannya, dan memberikan makanan serta minuman padanya."
"Setelah saya menanyainya seputar masalah kesehatan dan memintanya untuk diperiksa, saya bertanya pada pemuda itu tentang kondisi akalnya, karena saya dapati bahwa perilaku dan jawaban wanita tersebut tidak sesuai dengan pertanyaan yang ku ajukan."
Pemuda itu menjawab : “Dia ibuku, dan memiliki keterbelakangan mental sejak aku lahir”
Keingintahuanku mendorongku untuk bertanya lagi : “Siapa yang merawatnya?”
Ia menjawab : “Aku”
Aku bertanya lagi : “Lalu siapa yang memandikan dan mencuci pakaiannya?”
Ia menjawab : “Aku suruh ia masuk ke kamar mandi dan membawakan baju untuknya serta menantinya hingga ia selesai. Aku yang melipat dan menyusun bajunya di lemari. Aku masukkan pakaiannya yang kotor ke dalam mesin cuci dan membelikannya pakaian yang dibutuhkannya."

Aku bertanya : “Mengapa engkau tidak mencarikan untuknya pembantu?”
Ia menjawab : “Karena ibuku tidak bisa melakukan apa-apa dan seperti anak kecil, aku khawatir pembantu tidak memperhatikannya dengan baik dan tidak dapat memahaminya, sementara aku sangat paham dengan ibuku.”
Aku terperangah dengan jawabannya dan baktinya yang begitu besar. Aku pun bertanya : “Apakah engkau sudah beristri?”
Ia menjawab: “Alhamdulillah, aku sudah beristri dan punya beberapa anak.”
Aku berkomentar : “Kalau begitu berarti istrimu juga ikut merawat ibumu?”
Ia menjawab : “Istriku membantu semampunya, dia yang memasak dan menyuguhkannya kepada ibuku. Aku telah mendatangkan pembantu untuk istriku agar dapat membantu pekerjaannya. Akan tetapi aku berusaha selalu untuk makan bersama ibuku supaya dapat mengontrol kadar gulanya”
Aku Tanya : “Memangnya ibumu juga terkena penyakit Gula?”
Ia menjawab : “Ya, (tapi tetap saja) Alhamdulillah atas segalanya”
Aku semakin takjub dengan pemuda ini dan aku berusaha menahan air mataku. Aku mencuri pandang pada kuku tangan wanita itu, dan aku dapati kukunya pendek dan bersih.
Aku bertanya lagi :“Siapa yang memotong kuku-kukunya?”
Ia menjawab : “Aku Dokter, ibuku tidak dapat melakukan apa-apa”
Tiba-tiba sang ibu memandang putranya dan bertanya seperti anak kecil : “Kapan engkau akan membelikan untukku kentang?”
Ia menjawab : “Tenanglah ibu, sekarang kita akan pergi ke kedai”
Ibunya meloncat-loncat karena kegirangan dan berkata : “Sekarang…sekarang!”
Pemuda itu menoleh kepadaku dan berkata :  “Demi Allah, kebahagiaanku melihat ibuku gembira lebih besar dari kebahagiaanku melihat anak-anakku gembira. ”

Aku sangat tersentuh dengan kata-katanya. Dan aku pun pura-pura melihat ke lembaran data ibunya.
Lalu aku bertanya lagi : “Apakah Anda punya saudara?”
Ia menjawab : “Aku putranya semata wayang, karena ayahku menceraikannya sebulan setelah pernikahan mereka.”
Aku bertanya : “Jadi Anda dirawat ayah?”
Ia menjawab : “Tidak, tapi nenek yang merawatku dan ibuku. Nenek telah meninggal – semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmatinya – saat aku berusia 10 tahun”
Aku bertanya lagi : “Apakah ibumu merawatmu saat Anda sakit, atau ingatkah Anda bahwa ibu pernah memperhatikan Anda? Atau dia ikut bahagia atas kebahagiaan Anda, atau sedih karena kesedihan Anda?”
Ia menjawab : “Dokter sejak aku lahir ibu tidak mengerti apa-apa kasihan dia dan aku sudah merawatnya sejak usiaku 10 tahun”
Aku pun menuliskan resep serta menjelaskannya.
Ia memegang tangan ibunya dan berkata : “Mari kita ke kedai.”
Ibunya menjawab : “Tidak, aku sekarang mau ke Makkah saja!”
Aku heran mendengar ucapan ibu tersebut. Maka aku bertanya padanya : “Mengapa ibu ingin pergi ke Makkah?”
Ibu itu menjawab dengan girang : “Agar aku bisa naik pesawat!”
Aku pun bertanya pada putranya : “Apakah Anda akan benar-benar membawanya ke Makkah?”
Ia menjawab : “Tentu aku akan mengusahakan berangkat kesana akhir pekan ini”
Aku katakan pada pemuda itu : “Tidak ada kewajiban umrah bagi ibu Anda lalu mengapa Anda membawanya ke Makkah?”
Ia menjawab : “Mungkin saja kebahagiaan yang ia rasakan saat aku membawanya ke Makkah akan membuat pahalaku lebih besar dari pada aku pergi umrah tanpa membawanya”.
Lalu pemuda dan ibunya itu meninggalkan tempat praktekku. Aku pun segera meminta pada perawat agar keluar dari ruanganku dengan alasan aku ingin istirahat. Padahal sebenarnya aku tidak tahan lagi menahan tangis haru. Aku pun menangis sejadi-jadinya menumpahkan seluruh yang ada dalam hatiku.
Aku berkata dalam diriku : “Begitu berbaktinya pemuda itu, padahal ibunya tidak pernah menjadi ibu sepenuhnya. Ia hanya mengandung dan melahirkan pemuda itu."

Ditulis Oleh : Syaikh Mamduh Farhan al-Buhairy.
Repost By :
AHQ & IHQ Cinta Keluarga Qur'ani

🌾🍁One Day One Juz🍁🌾


T _ T Subhanallah...Masya Allah...begitu baktinya pemuda tersebut. Semoga kita juga bisa demikian.

Love Story : Zainab binti Muhammad SAW dengan Abil Ash bin Rabi'

Print Friendly and PDF
 Zainab telah wafat sejak 15 abad yang lalu, tetapi dia meninggalkan kenangan terbaik dan menjadi contoh terbaik dalam hal kesetiaan sebagai isteri, keikhlasan cinta dan ketulusan iman.
           Zainab dilahirkan pada tahun 30 setelah kelahiran Nabi SAW. Ia adalah anak sulung dari pasutri paling mulia, ayahnya adalah al-Amin ( orang yang terpercaya) Rasullullah SAW dan ibunya adalah ath-Thahirah (wanita yang suci) Khadijah Radhiallahu'anhu. Di tengah keluarga yang mulia itulah zainab dibesarkan dan dididik. Meski hidup di lingkungan berada, zainab tidaklah hidup bermanja-manja. Ia biasa membantu tugas ibu dalam melakukan aktivitas rutin rumah tangga. dari merawat rumah sampai mengasuh adik-adiknya Ruqoyah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Makanya tak heran jika kalau Fatiimah menganggap Zainab sebagai ibu keduanya.
             Sebagai buah dari ketelatenan didikan seorang ibu, maka tak heran bila Zainab menjadi wanita pilihan dan kembang bagi pemuda Quraisy pada masa itu. Ketika mencapai usia perkawinan, bibinya yaitu Halah binti Khuwalid saudara Ummul Mu'minin Khadijah meminang unutk puteranya Abil Ash bin Rabi'. Semua pihal setuju dan ridha. Zainab binti Muhammad SAW diboyong ke rumah Abil Ash bin Rabi'. [Ibnu Sa'ad menyebutkan bahwa Abil Ash mengawini Zainab sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi. Imam Adz-Dzahabi berkata : Ini adalah jauh. Kemudian dia berkata : Zainab masuk islam 6 tahun sebelum suaminya masuk islam.]
        Khadijah pergi menemui kedua suami istri yang saling mencintai itu dan mendo'akan agar keduanya mendapatkan berkah. Kemudian dia melepas kalungnya dan menggantungkannya ke leher Zainab sebagai hadiah bagi pengantin. Perkawinan itu berlangsung sebelum turun wahyu kepada ayahnya, Nabi Muhammad SAW. Ketika cahaya Tuhannya menerangi bumi, Zainab pun beriman. Akan tetapi Abil Ash tidak mudah meninggalkan agamanya. Maka kedua suami istri itu merasa bahwa kekuatan yang lebih kuat dari cinta mereka berusaha memisahkan keduanya.
          Abil Ash tetap membangkang dan berkata : "Tidak akan tercapai tujuan diantara kita wahai Zainab, kecuali engkau tetap dalam agamamu dan aku tetap dalam agamaku." Adapun Zainab, maka dia berkata :"Sabarlah, wahai suamiku. engkau tidak halal bagiku selama engkau tetap memeluk agama itu. Maka serahkan aku kepada ayahku atau masuklah Islam bersamaku. Zainab tidak akan menjadi milikmu sejak hari ini, kecuali bila engkau beriman pada agama yang aku imani. Pasangan suami isteri itu terdiam sebentar sambil merenung. Keduanya sadar ketika terdengar suara yang membisikkan kepada keduanya :"Jika agama memisahkan antara kedua jasad mereka, maka cinta mereka akan tetap ada hingga keduanya dipersatukan oleh sebuah agama."
        Hari-hari berlalu dalam keadaan ini setelah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Pasukan Quraisy berangkat menuju Badr untuk memerangi Rasul SAW dan di antara mereka terdapat Abil Ash bin Rabi' bukan untuk menyatakan ke-Islamannya, tetapi untuk memerangi Rasul SAW. Situasi menjadi kritis ketika Abil Ash jatuh menjadi tawanan di tangan kaum Muslimin di bawah pimpinan Rasulullah SAW di Madinah. Kemudian kaum Quraisy mengutus orang untuk menebus tawanan-tawanannya. Zainab pun mengirimkan harta dan sebuah kalung untuk menebus tawanannya, Abil Ash bin Rabi'. Ketika Rasulullah SAW melihat kalung itu, beliau merasa iba hatinya dan bersabda :"Jika kalian tidak keberatan melepaskan tawanan dan mengembalikan harta miliknya, maka lakukanlah."Mereka menjawab :"Baiklah, wahai Rasulullah." Kemudian mereka melepaskannya dan mengembalikan harta milik Zainab. Di sini Rasulullah SAW mendapat janji dari Abil Ash untuk membebaskan Zainab dan mengembalikannya kepada beliau di Madinah.
        Abil Ash kembali ke Mekkah dan di dalam jiwanya terdapat gambaran yang lebih cemerlang dari isteri yang berbakti dan mulia ini.Maka dia kembali bukan untuk berterima kasih atas kebaikan Zainab kepadanya, akan tetapi untuk berkata keapdanya :"Kembalilah kepada ayahmu, wahai Zainab." Dia telah memenuhi janjinya kepada Rasulullah SAW untuk membiarkan Zainab pergi kepada Nabi SAW. Abil Ash tidak kuasa menahan tangisnya dan tidak dapat mengantarkannya ke tepi dusun diluar Mekkah, di mana telah menunggu Zaid bin Haritsah dan seorang laki-laki Anshor.
        Bagaimana dia mampu melepaskan orang yang dicintainya, sedang dia mengetahui bahwa, itu merupakan perpisahan terakhir selama kekuasaan agama ini berdiri di antara kedua hati dan masing-masing berpegang pada agamanya. Abil Ash berkata kepada saudaranya, Kinanah bin Rabi' :"Hai, Saudaraku, tentulah engkau mengetahui kedudukannya dalam jiwaku. Aku tidak menginginkan seorang wanita Quraisy di sampingnya dan engkau tentu tahu bahwa aku tidak sanggup meninggalkannya. Maka temanilah dia menuju tepi dusun, di mana telah menungggu dua utusan Muhammad. Perlakukanlah dia dengan lemah lembut dalam perjalanan dan perhatikanlah dia sebagaimana engkau memperhatikan wanita-wanita terpelihara. Lindungilah dia dengan panahmu hingga anak panah yang penghabisan."
        Di saat Zainab sedang bersiap-siap untuk menyusul ayahnya, datanglah Hind binti Utbah, menemuinya, dan dia berkata :"Wahai, puteri Muhammad, aku mendengar bahwa engkau akan menyusul ayahmu !" Zainab menjawab :"Aku tidak ingin melakukannya." Hind berkata :"Wahai puteri pamanku, jangan engkau lakukan. Jika engkau mempunyai keperluan akan suatu barang yang menjadi bekal dalam perjalananmu atau harta yang hendak engkau sampaikan kepada ayahmu, maka aku akan memenuhi keperluanmu. Maka janganlah engkau segan kepadaku, karena sesuatu yang masuk di antara orang-orang lelaki tidaklah masuk di antara orang-orang wanita." Zainab berkata : "Demi Allah, aku tidak melihatnya mengatakan hal itu, kecuali untuk melakukannya, tetapi aku takut kepadanya. Maka aku menyangkal bahwa aku akan pergi dan aku pun bersiap-siap."
        Setelah menyelesaikan persiapannya, iparnya, Kinanah bin Rabi' menyerahkan kepada Zainab seekor unta, lalu dinaikinya. Kinanah mengambil busur dan anak panahnya. Kemudian dia keluar membawa Zainab di waktu siang dan Zainab duduk di dalam pelangkinnya, sementara Kinanah menuntun untanya. Akan tetapi, apakah Quraisy membiarkannya keluar setelah mereka mengalami kekalahan di Badr. Bagaimana dia boleh keluar sementara orang-orang melihat dan mendengarnya ?
        Tidak...sekali lagi tidak ! Banyak orang laki-laki Quraisy  telah membicarakan hal itu. Maka keluarlah mereka untuk mencarinya hingga mereka berhasil menyusul di Dzi Thuwa. Yang pertama kali menemukannya adalah Habbar bin Aswad bin Muththalib dan Nafi' bin Abdul Qais. Habbar menakutinya dengan tombak. Di saat itu Zainab berada di dalam pelangkinnya dan dia sedang dalam keadaan hamil. Ketika pulang, dia mengalami keguguran kandungannya.
        Iparnya marah dan berkata kepada para penyerang :"Demi Allah, tidak seorang pun yang mendekat kepadaku, melainkan aku akan memanahnya." Maka orang-orang bubar meninggalkannya. Abu Sufyan bersama rombongan Quraisy datang kepadanya dan berkata :"Hai, orang laki-laki,tahanlah panahmu hingga aku berbicara kepadamu." Maka Kinanah menahan panahnya. Abu Sufyan datang menghampirinya dan berkata :"Tindakanmu tidak tepat. Engkau keluar membawa wanita secara terang-terangan dihadapan orang banyak. Sesungguhnya hal itu menunjukkan kehinaan yang menimpa kita akibat musibah dan bencana yang telah kita alami sebelumnya. Sesungguhnya hal itu menunjukkan kelemahan kita. Demi umurku, kami tidak perlu mencegahnya untuk pergi kepada ayahnya. Kami tidak ingin membalas dendam, tetapi kembalikan wanita itu."
        Tatkala suara sudah reda, Kinanah membawa Zainab pada waktu malam, lalu menyerahkannya kepada Zaid bin Haritsah dan temannya. Keduanya pergi mengantarkan Zainab kepada Rasulullah SAW. Suami isteri jadi berpisah. Tidak ada jalan untuk bertemu. Abil Ash tinggal di Makkah menyendiri dengan pikiran kacau dan hati terluka. Zainab pun tinggal di Madinah dengan badan yang sakit dan hati yang lemah. Kalau saja bukan karena iman dan takwa yang menguatkan tekadnya, tentu dia lekas mati dan tidak dapat bertemu.
        Tahun demi tahun berlalu, Abil Ash keluar bersama kafilah dagangnya menuju Syam. Dalam perjalanan pulang dia berjumpa pasukan Rasulullah SAW yang berhasil merampas hartanya, akan tetapi dia bisa lolos. Dia telah kehilangan hartanya dan harta titipan orang banyak. Abil Ash tidak dapat mengembalikan barang-barang titipan itu kepada para pemiliknya. Maka apa yang harus dilakukannya ?
        Dia teringat Zainab yang memberinya imbalan berupa cinta dan kesetiaan. Maka Abil Ash memasuki Madinah pada waktu malam dan mohon kepada Zainab agar melindungi dan membantunya untuk mengembalikan hartanya. Maka Zainab pun melindunginya. Orang-orang berlari ke masjid Rasulullah SAW, bertakbir bersama kaum Muslimin. Tiba-tiba terdengar suara teriakan di belakang dinding :"Hai, orang-orang, aku telah melindungi Abil Ash bin Rabi'. Dia dalam lindungan dan jaminanku." Ternyata, Zainablah yang berseru itu.
        Rasulullah SAW menyelesaikan shalatnya, lalu beliau menemui orang banyak dan bersabda :"Wahai, orang-orang, apakah kalian mendengar apa yang aku dengar ? Sesungguhnya serendah-rendah orang Muslim adalah dapat memberi perlindungan." Kemudian beliau masuk menemui puterinya dan berbicara kepadanya, Nabi SAW berpesan :"Wahai, puteriku, muliakanlah tempatnya dan jangan sampai dia lolos kepadamu, karena engkau tidak halal baginya selama dia masih musyrik." Nabi SAW terkesan melihat kesetiaan puterinya kepada suaminya yang ditinggalkan dan dia putuskan hubungan syahwat dengannya karena perintah Allah SWT.
        Di samping itu, Zainab pun masih tetap memberinya kebaktian, kesetiaan dan pertolongan : yaitu kebaktian sebagai wanita muslim, kesetiaan sebagai teman dan pertolongan sebagai manusia. Abil Ash mendapatkan dari Nabi SAW apa yang didengar dan diketahuinya, sehingga dia menyembunyikan dalam hatinya harapan kepada Allah. Kemudian, Nabi SAW mengutus orang kepada pasukan yang merampas harta Abil Ash. Beliau berkata :"Sesungguhnya kalian telah mengetahui kedudukan orang ini terhadap kami. Kalian telah merampas hartanya. Jika kalian berbuat baik kepadanya dan mengembalikan hartanya, maka kami menyukai hal itu. Jika kalian menolak, maka itu adalah fai' dari Allah yang diberikan-Nya kepada kalian dan kalian lebih berhak atasnya."
 Mereka berkata :"Kami akan mengembalikannya kepada Abil Ash."
Beberapa orang di antara mereka berkata :"Hai, Abil Ash, maukah engkau masuk Islam dan mengambil harta benda ini, karena semua ini milik orang-orang musyrik ?" Abil Ash menjawab :"Sungguh buruk awal Islamku, jika aku mengkhianati amanatku."
        Maka mereka mengembalikan harta itu kepadanya demi kemuliaan Rasulullah SAW dan sebagai penghormatan kepada Zainab. Laki-laki itu pun kembali ke Mekkah dengan membawa hartanya dan harta orang banyak.Jiwanya dipenuhi berbagai makna dan di antara kedua matanya terlihat gambaran yang tidak meninggalkannya.
        Setelah mengembalikan harta kepada pemiliknya masing-masing,Abil Ash berdiri dan berkata :"Wahai, kaum Quraisy, apakah masih ada harta seseorang di antara kalian padaku ?" Mereka menjawab :"Tidak. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Kami telah mendapati kamu seorang yang jujur dan mulia." Abil Ash berkata :"Aku bersaks. Demi Allah, tiada yang menghalangi aku masuk Islam di hadapannya, kecuali karena aki bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nyau khawatir mereka menyangka aku ingin makan harta kalian. Setelah Allah menyampaikannya kepada kalian dan aku selesai membagikannya, maka aku masuk Islam."
        Asy-Sya'bi berkata :"Zainab masuk Islam dan hijrah, kemudian Abil Ash masuk Islam sesudah itu, dan Islam tidak memisahkan antara keduanya." [Adz-Dzahabi, "Siyar A'laamin Nubala'. Demikian pula kata Qatadah : Dia berkata :"Kemudian diturunkan surah Baro'ah sesudah itu. Maka, jika ada seorang wanita masuk Islam sebelum suaminya, dia hanya boleh mengawininya dengan nikah baru."]
        Abil Ash keluar dari Mekkah, hijrah menuju Madinah dengan mendapat petunjuk iman dan keyakinan. Suami isteri yang saling mencintai bertemu untuk kedua kalinya setelah lama berpisah. Akan tetapi isteri yang setia itu telah menunaikan kewajiban dan menyelesaikan urusan dunianya ketika menyadarkan laki-laki yang dicintainya serta memenuhi hak suaminya sesuai dengan kadar cintanya kepada suami. Tidak lama setelah pertemuan itu, Zainab meninggal dunia.
        Zainab meninggal dunia pada tahun 8 Hijriah dan Rasulullah SAW sangat sedih atas kepergiannya. Zainab meninggal dunia setelah meninggalkan kenangan terbaik. Dia telah menjadi contoh terbaik dalam hal kesetiaan isteri, keikhlasan cinta dan kebenaran iman. Tidaklah mengherankan apabila suaminya berkata dalam suatu perjalanannya ke Syam :"Puteri Al-Amiin, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan dan setiap suami akan memuji sesuai dengan yang diketahuinya."
Begitulah kehidupan seorang muslimah sejati, sebagai seorang anak, istri, dan ibu yang senantiasa patut diteladani. Seorang wanita sederhana dan bersahaja, tak pernah lena karena kedudukan ayahnya yang mulia. Wanita yang tak pernah menyerah dan berputus asa, di dalam jiwanya terdapat kebesaran dan keagungan yang mengalir dari ayahnya Muhammad SAW.
Referensi :
www.KisahMuslim.com
Zainab binti Muhammad Rasulullah*Oleh A. Fatih Syuhud